BELAJAR ILMU EKONOMI AKUNTASI

Rabu, 25 Mei 2016

MAKALAH KEBERATAN, BANDING, DAN PENINJAUAN KEMBALI

BAB I
         PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG

Negara Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan UUD 45 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang. Pajak merupakan wujud dari peran serta masyarakat dalam mendukung pembangunan maupun perekonomian di Indonesia, sehingga dapat meningkatkan kesadaran dan rasa tanggung jawab. Peran pajak bagi suatu Negara menjadi sangat dominan. Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara, iuran tersebut berupa uang, bukan barang. Namun sayang, dari adanya proses pemungutan pajak ini, sebagian besar dari masyarakat kita yang tidak perduli terhadap pajaknya. Hingga pada suatu saat seorang fiskus mendatangi wajib pajak untuk menagih hak negara untuk memungut pajak, wajib pajak bahkan menolak untuk membayar pajak yang terutang. Dari sinilah muncul berbagai konflik internal antara wajib pajak dengan fiskus pajak.  Dari masalah tersebut, banyak masyarakat kita yang juga tidak tahu banyak tentang pengajuan keberatan adanya penagihan dan/atau kesalahan yang dilakukan serta tidak mengetahui proses dan tindak lanjut dari keberatan tersebut. Oleh karena itu, dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat membantu baik seorang wajib pajak maupun fiskus tersebut.

B.     PERUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang menyangkut dengan keberatan dalam perpajakan?
2.       Hal apa saja yang menyangkut dengan banding dalam perpajakan?
3.        Apa sajakah yang menyangkut dengan gugatan dalam perpajakan?
4.        Hal apa sajakah yang menjadi peninjauan kembali dalam perpajakan?
5.       Hal apa sajakah yang menjadi pemeriksaan dalam perpajakan?
6.        Hal apa sajakah yang menyangkut dengan penyidikan dalam perpajakan?
7.       Hal yang menyangkut ketentuan bagi petugas pajak?
8.       Apa saja sanksi-sanksi  pajak ?






C.    TUJUAN PENULISAN
1.      Agar pembaca dapat mengetahui dan memahami keberatan, banding, gugatan, peninjauan kembali, pemeriksaan, dan penyidikan dalam perpajakan.
2.      Agar pembaca dapat memahami bagaimana alur dan proses dan tindak lanjut dari keberatan, banding, gugatan, dan peninjauan kembali serta pemeriksaan dan penyidikan dalam perpajakan, serta ketentuan pajak beserta sanksi pajak

D.    MANFAAT PENULISAN
1.      Pembaca dapat menerapkan alur dan proses pengajuan keberatan, banding dan gugatan, serta peninjauan kembali.
2.      Memberikan ilmu pengetahuan tentang proses pengajuan keberatan hingga peninjauan kembali, serta pemeriksaaan dan penyidikan dalam perpajakan.
3.      Menjadi pedoman pembaca dalam pelaksanaan pengajuan keberatan, banding, gugatan, peninjauan kembali, dan pemeriksaan serta penyidikan dalam perpajakan.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    KEBERATAN, BANDING, DAN PENINJAUAN KEMBALI

1.      KEBERATAN
Keberatan adalah cara yang ditempuh oleh wajib Pajak jika merasa tidak/kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas:
  1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
  2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
  3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
  4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
  5. Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga  berdasarkan peraturan perundang-undang perpajakan.

Ketentuan Pengajuan Keberatan
Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat WP terdaftar, dengan syarat:
  1. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
  2. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai alasan-alasan yang jelas.
  3. Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis pajak dan satu tahun/ masa pajak.

Jangka Waktu Pengajuan Keberatan
Keberatan harus diajukan dalam Jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga.
  1. Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.
  2. Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos tercatat), jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.
Jika lewat tiga bulan, surat keberatan tidak dianggap karena tidak memenuhi syarat formal. Tetapi juga membolehkan jangka waktu lebih dari tiga bulan jika “dalam keadaan diluar kekuasaannya.” Inilah klausul yang sering dimanfaatkan oleh Wajib Pajak.Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

2.      BANDING
SK Keberatan tidak dapat menjadi Wajib Pajak puas. Masih ada satu kesempatan lagi bagi Wajib Pajak untuk menguji pendapatnya, yaitu melalui proses banding ke Pengadilan Pajak.

Tata Cara Pengajuan Permohonan Banding:
Apabila Wajib Pajak tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas keberatan, Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak, dengan syarat:
  1. Tertulis dalam bahasa Indonesia,
  2. Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima.
  3. Alasan yang jelas.
  4. Dilampiri salinan Surat Keputusan atas keberatan.
  5. Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding,
  6. Jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%.
Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Putusan Pengadilan Pajak bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara.

Imbalan Bunga
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud dalam SKPKB dan SKPKBT telah dibayar yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan, paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.
3.      PENINJAUAN KEMBALI
Apabila pihak yang bersangkutan tidak/belum puas dengan putusan Pengadilan Pajak, maka pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dan hanya dapat diajukan satu kali

Alasan-alasan Peninjauan Kembali
  1. Putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat;
  2. Terdapat bukti tertulis baru penting dan bersifat menentukan;
  3. Dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut.
  4. Ada suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
  5. Putusan nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Jangka Waktu Peninjauan Kembali
  1. Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 diajukan paling lambat 3 bulan sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau ditemukan bukti tertulis baru;
  2. Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, 4, dan 5 diajukan paling lambat 3 bulan sejak putusan dikirim oleh Pengadilan Pajak.

Putusan Banding
Putusan Banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan Pajak yang berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon banding.Putusan Banding merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap, serta bukan Keputusan Tata Usaha Negara Dalam sejarah banding, jika dibuatkan prosentase Putusan Banding, maka sebagian besar Putusan Banding berpihak ke Wajib Pajak.
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan, untuk selama-lamanya 24 bulan.




B.     PEMBUKUAN, PEMERIKSAAN, DAN PENYIDIKAN

1.      PEMBUKUAN
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. Pencatatan yaitu pengumpulan data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
Yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan
1.      Wajib Pajak (WP) Badan;
2.      Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (Empat milyar delapan ratus juta rupiah).

Yang Wajib Menyelenggarakan Pencatatan
1.      Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah), dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, dengan syarat memberitahukan ke Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan;
2.      Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan
1.      Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
2.      Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
3.      Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
4.      Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
5.      Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.

Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan
Tujuannya adalah untuk mempermudah:
1.      Pengisian SPT;
2.      Penghitungan Penghasilan Kena Pajak;
3.      Penghitungan PPN dan PPnBM;
4.      Penyelenggaraan pembukuan juga untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas.

Tempat Penyimpanan Buku/Catatan/Dokumen
Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan. Perubahan Tahun Buku Dan Metode Pembukuan Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.

2. PEMERIKSAAN
Direktorat pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajaan wajib Pajak dan ujuan antara lain:
1.      Pemberian nomor Pokok Wajib Pajak
2.      Penghapusan nomor Pokok Wajib Pajak
3.      Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
4.      Wajib pajak mengajukan keberatan
5.      Pengumpulan bahan guna penyususnan Norma Penghitungan Penghaskan Netto
6.      Pencocokan data atau alat ketetrangan
7.      Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak
8.      Pemenuhan permintaan informasi dari Negara mitra perjanjian penghindaran pajak Berganda

Hal Yang Perlu Diketahui dalam pemeriksaan
1.      Pemeriksaan Pajak dapat dilakukan oleh seorang Pemeriksa atau Kelompok Pemeriksa.
2.      Pemeriksaan dapat dilaksanakan di Kantor (Pemeriksaan Kantor) atau di tempat Wajib Pajak (Pemeriksaan Lapangan) meliputi tahun-tahun yang lalu maupun tahun berjalan.
3.      Apabila WP tidak memberi kesempatan kepada pemeriksa pajak untuk memasuki tempat atau ruangan tertentu dan menolak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, maka pemeriksa pajak berwenang melakukan penyegelan.

3. PENYIDIKAN
Penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. Pejabat pegawai sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jendral Pajak diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan

Wewenang  penyidik adalah: 
1.      Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang  perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas.
2.      Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana dibidang perpajakan.
3.      Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang perpajakan
4.      Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan
5.      Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut.
6.      Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan
Tindak pidana dibidang perpajakan dapat berupa kealpaan atau kesengajaan yang dilakukan oleh wajib pajak. Kealpaan adalah Wajik Pajak Alpa tidak menyampaiakn SPT atau menyampaiakn SPT tetapi isinya tidak benar atatu tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara. Kealpaan dapat diartikan tidak sengaja lalai tidak hati-hati atau kurang menindahkan kewajibanya . Kriteria kesengajaan adalah :
1.      Tidak mendaftarkan diri atau penyalahgunaan NPWP atau NPPKP
2.      Tidak menyampaikan SPT
3.      Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidk lengkap
4.      Menolak untuk dilakukan pemeriksaan
5.      Memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yang palsu
6.      Tidak menyelenggaraka pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku catatan atau dokumen lainya atau
7.      Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara.

C.    KETENTUAN BAGI PETUGAS PAJAK
a.       Pegawai pajak yang karena kelalaiannya atau dengan sengaja menghitung atau meentapkan pajak tak sesuai dengan ketentuan undang-undang  perpajakan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
b.      Pegawai pajak yang dengan sengaja bertindak diluar kewenangannya yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan dapat diadukan Ke Unit Internal Departemen Kuangan yang berwenang  melakukan pemeriksaan dan investiasidan apabila terbukti melakukannya dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
c.       Pegawaui pajak yang terbukti melakukan pemerasan  dan pengancaman kepada wajib pajak diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
d.      Pegawaiajak yang menyalahgunakan kewenangannya memaksa seseorang melakukan sesuatu yang menguntungkan diri sendiri  diancam pidana sesuai Pasal 12 Uu No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan perubahannya
e.       Pegawai pajak tidak dapat ditunut , apabila dalam melaksanakan tugasnya didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

D.    SANKSI PAJAK
Dalam ketentuan perpajakan, dikenal dua macam sanksi pajak: sanksi administrasi dan sanksi pidana. Perbedaan dari kedua sanksi tersebut adalah bahwa sanksi pidana berakibat pada hukuman badan seperti penjara atau kurungan. Pengenaan sanksi pidana dikenakan terhadap siapapun yang melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. Sedangkan sanksi administrasi biasanya berupa denda (dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan disebut sebagai bunga, denda atau kenaikan)
1.      Sanksi Administrasi
a.      Denda
Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU Perpajakan. Terkait besarannya, denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu, presentasi dari jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu. Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini akan ditambahkan dengan sanksi pidana. Pelanggaran yang dikenai sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang sifatnya alpa atau disengaja.
No
Pasal
Masalah
Sanksi
Keterangan
1
7 (1)
SPT Terlambat disampaikan :


a. Masa
Rp100.000 atau Rp500.000
Per SPT
b. Tahunan
Rp100.000 atau Rp 1.000.000
Per SPT
2
8 (3)
Pembetulan sendiri dan belum disidik
150%
Dari jumlah pajak yang kurang dibayar
3
14 (4)
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
2%
Dari DPP
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap
2%
Dari DPP
PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak
2%
Dari DPP


b.      Bunga
Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung berdasarkan persentase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima dibayarkan. Terdapat beberapa perbedaan dalam menghitung bunga utang biasa dengan bunga utang paiak. Penghitungan bunga utang pada umumnya menerapkan bunga majemuk (bunga berbunga). Sementara, sanksi bunga dalam ketentuan pajak tidak dihitung berdasarkan bunga majemuk. Besarnya bunga akan dihitung secara tetap dari pokok pajak yang tidak/kurang dibayar. Tetapi, dalam hal Waiib Paiak hanya membayar sebagian atau tidak membayar sanksi bunga yang terdapat dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan, maka sanksi bunga tersebut dapat ditagih kembali dengan disertai bunga lagi Perbedaan lainnya dengan bunga utang pada umumnya adalah sanksi bunga dalam ketentuan perpajakan pada dasarnya dihitung 1 (satu) bulan penuh. Dengan kata lain, bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh atau tidak dihitung secara harian.
No
Pasal
Masalah
Sanksi
Keterangan
1.
8 (2 dan 2a)
Pembetulan SPT Masa dan Tahunan
2%
Per bulan, dari jumlah pajak yang kurang dibayar
2.
9 (2a dan 2b)
Keterlambatan pembayaran pajak masa dan tahunan
2%
Per bulan, dari jumlah pajak terutang
3.
13 (2)
Kekurangan pembayaran pajak dalam SKPKB
2%
Per bulan, dari jumlah kurang dibayar, max 24 bulan
4.
13 (5)
SKPKB diterbitkan setelah lewat waktu 5 tahun karena adanya tindak pidana perpajakan maupun tindak pidana lainnya
48%
Dari jumlah paak yang tidak mau atau kurang dibayar.
5.
14 (3)
a. PPh tahun berjalan tidak/kurang bayar
2%
Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayar, max 24 bulan
b. SPT kurang bayar
2%
Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayar, max 24 bulan
14 (5)
PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan
2%
Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayar, max 24 bulan
6.
15 (4)
SKPKBT diterbitkan setelah lewat waktu 5 tahun karena adanya tindak pidana perpajakan maupun tindak pidana lainnya
48%
Dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
7.
19 (1)
SKPKB/T, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan kurang bayar terlambat dibayar
2%
Per bulan, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
8.
19 (2)
Mengangsur atau menunda
2%
Per bulan, bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan
9.
19 (3)
Kekurangan pajak akibat penundaan SPT
2%
Atas kekurangan pembayaran pajak

c.       Kenaikan
Jika melihat bentuknya, bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan adalah sanksi yang paling ditakuti oleh wajib Pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda. Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang dibayar. Jika dilihat dari penyebabnya, sanksi kenaikan biasanya dikenakan karena Wajib Pajak tidak memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam menghitung jumlah pajak terutang.



Pasal
Masalah
Sanksi
Keterangan
8 (5)
Pengungkapan ketidak benaran SPT sebelum terbitnya SKP
50%
Dari pajak yang kurang dibayar
13 (3)
Apabila: SPT tidak disampaikan sebagaimana disebut dalam surat teguran, PPN/PPnBM yang tidak seharusnya dikompensasikan atau tidak tarif 0%, tidak terpenuhinya Pasal 28 dan 29


a. PPh yang tidak atau kurang dibayar
50%
Dari PPh yang tidak/ kurang dibayar
b. tidak/kurang dipotong/ dipungut/ disetorkan
100%
Dari PPh yang tidak/ kurang dipotong/ dipungut
c. PPN/PPnBM tidak atau kurang dibayar
100%
Dari PPN/ PPnBM yang tidak atau kurang dibayar
15 (2)
Kekurangan pajak pada SKPKBT
100%
Dari jumlah kekurangan pajak tersebut


2.      Sanksi Pidana

a.      Denda pidana
Sanksi berupa denda pidana dikenakan kepada Wajib Pajak dan diancamkan juga kepada pejabat pajak atau pihak ketiga yang melanggar norma. Denda pidana dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun bersifat kejahatan.

b.      Pidana kurungan
Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Dapat ditujukan kepada Wajib Pajak, dan pihak ketiga. Karena pidana kurungan diancamkan kepada si pelanggar norma itu ketentuannya sama dengan yang diancamkan dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian.


c.       Pidana penjara
Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan kepada Wajib Pajak

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
1.      Keberatan adalah cara yang ditempuh oleh wajib Pajak jika merasa tidak/kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.
2.      Banding merupakan proses/tahap selanjutnya dari keberatan apabila SK Keberatan tidak dapat menjadi Wajib Pajak puas yang diajukan ke Pengadilan Pajak.
3.      Jangka Waktu Pengajuan Gugatan
a.       Gugatan terhadap angka 1 diajukan paling lambat 14 hari sejak pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman Lelang;
b.      Gugatan terhadap angka 2, 3, dan 4 diajukan paling lambat 30 hari sejak tanggal diterima Keputusan yang digugat.
4.      Alasan-alasan Peninjauan Kembali
a.       Putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat;
b.      Terdapat bukti tertulis baru penting dan bersifat menentukan;
c.       Dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut.
d.      Ada suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
e.       Putusan nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
5.      Jangka Waktu Peninjauan Kembali
a.       Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 diajukan paling lambat 3 bulan sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau ditemukan bukti tertulis baru;
b.      Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, 4, dan 5 diajukan paling lambat 3 bulan sejak putusan dikirim oleh Pengadilan Pajak.
6.      Penyidikan merupakan proses kelanjutan dari hasil pemeriksaan yang mengindikasikan adanya bukti permulaan tindak pidana perpajakan. Tindak pidana di bidang perpajakan meliputi perbuatan; yang dilakukan oleh seseorang atau oleh badan yang diwakili orang tertentu (pengurus), memenuhi rumusan undang-undang, diancam dengan sanksi pidana, melawan hukum, dilakukan di bidang perpajakan, dan dapat menimbulkan kerugian bagi pendapatan negara.

SARAN
Berdasarkan Uraian diatas, maka yang dapat kami sarankan adalah :
1.      Sebaikanya dilakukan sosialisasi yang lebih efektif dalam hal pemberitahuan dan pengenalan pajak, mekanisme pembayaran, sanksi apabila melanggar, dan bagaimana proses/tata cara pengajuan keberatan, banding, gugatan, dan peninjauan kembali agar tidak banyak dari masyarakat kita yang keliru.
2.      Fiskus dan/atau pemungut pajak hendaknya berhati-hati dan mawas diri dalam hal penagihan/pemungutan pajak, agar tidak terjadi yang namanya kesalahpahaman dan wajib pajak mengajukan kebertan atas perilaku seorang fiskus/pemungut pajak terhadap wajib pajak.



Daftar pustaka
Resmi, Siti. 2014. Perpajakan:Teori Dan Kasus. Edisi 8. Salemba Empat. Jakarta Selatan
http://id.wikipedia.org/wiki/Penyidikan Terakhir diubah pada 10.19, 18 Oktober 2012





























1 komentar:

AKUNTANSI PERUSAHAAN JASA

SOAL AKUNTANSI PERUSAHAAN JASA Rio sentosa merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dibidang jasa pembersih dan pengecatan gedung. Saldo...