BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Negara Indonesia adalah Negara Hukum
berdasarkan UUD 45 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang. Pajak
merupakan wujud dari peran serta masyarakat dalam mendukung pembangunan maupun
perekonomian di Indonesia, sehingga dapat meningkatkan kesadaran dan rasa
tanggung jawab. Peran pajak bagi suatu Negara menjadi sangat dominan. Yang
berhak memungut pajak hanyalah Negara, iuran tersebut berupa uang, bukan
barang. Namun sayang, dari adanya proses pemungutan pajak ini, sebagian besar
dari masyarakat kita yang tidak perduli terhadap pajaknya. Hingga pada suatu
saat seorang fiskus mendatangi wajib pajak untuk menagih hak negara untuk
memungut pajak, wajib pajak bahkan menolak untuk membayar pajak yang terutang.
Dari sinilah muncul berbagai konflik internal antara wajib pajak dengan fiskus
pajak. Dari masalah tersebut, banyak
masyarakat kita yang juga tidak tahu banyak tentang pengajuan keberatan adanya
penagihan dan/atau kesalahan yang dilakukan serta tidak mengetahui proses dan
tindak lanjut dari keberatan tersebut. Oleh karena itu, dengan dibuatnya
makalah ini diharapkan dapat membantu baik seorang wajib pajak maupun fiskus
tersebut.
B.
PERUMUSAN MASALAH
1. Apa yang menyangkut dengan keberatan dalam perpajakan?
2. Hal
apa saja yang menyangkut dengan banding dalam perpajakan?
3. Apa
sajakah yang menyangkut dengan gugatan dalam perpajakan?
4. Hal
apa sajakah yang menjadi peninjauan kembali dalam perpajakan?
5. Hal apa sajakah
yang menjadi pemeriksaan dalam perpajakan?
6. Hal
apa sajakah yang menyangkut dengan penyidikan dalam perpajakan?
7. Hal yang
menyangkut ketentuan bagi petugas pajak?
8. Apa saja sanksi-sanksi
pajak ?
C. TUJUAN
PENULISAN
1. Agar pembaca dapat mengetahui dan memahami keberatan,
banding, gugatan, peninjauan kembali, pemeriksaan, dan penyidikan dalam
perpajakan.
2. Agar pembaca dapat memahami bagaimana alur dan proses
dan tindak lanjut dari keberatan, banding, gugatan, dan peninjauan kembali
serta pemeriksaan dan penyidikan dalam perpajakan, serta ketentuan pajak
beserta sanksi pajak
D.
MANFAAT PENULISAN
1.
Pembaca
dapat menerapkan alur dan proses pengajuan keberatan, banding dan gugatan,
serta peninjauan kembali.
2.
Memberikan
ilmu pengetahuan tentang proses pengajuan keberatan hingga peninjauan kembali,
serta pemeriksaaan dan penyidikan dalam perpajakan.
3.
Menjadi
pedoman pembaca dalam pelaksanaan pengajuan keberatan, banding, gugatan,
peninjauan kembali, dan pemeriksaan serta penyidikan dalam perpajakan.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
KEBERATAN,
BANDING, DAN PENINJAUAN KEMBALI
1.
KEBERATAN
Keberatan adalah cara yang
ditempuh oleh wajib Pajak jika merasa tidak/kurang puas atas suatu ketetapan
pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak
ketiga. Wajib Pajak dapat mengajukan
keberatan atas:
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
- Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
- Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
- Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undang perpajakan.
Ketentuan
Pengajuan Keberatan
Keberatan diajukan kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat WP terdaftar, dengan syarat:
- Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
- Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai alasan-alasan yang jelas.
- Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis pajak dan satu tahun/ masa pajak.
Jangka
Waktu Pengajuan Keberatan
Keberatan harus diajukan dalam
Jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak
tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga.
- Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.
- Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos tercatat), jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.
Jika lewat tiga bulan, surat
keberatan tidak dianggap karena tidak memenuhi syarat formal. Tetapi juga
membolehkan jangka waktu lebih dari tiga bulan jika “dalam keadaan diluar
kekuasaannya.” Inilah klausul yang sering dimanfaatkan oleh Wajib
Pajak.Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan
pelaksanaan penagihan pajak.
2. BANDING
SK Keberatan tidak dapat menjadi
Wajib Pajak puas. Masih ada satu kesempatan lagi bagi Wajib Pajak untuk menguji
pendapatnya, yaitu melalui proses banding ke Pengadilan Pajak.
Tata Cara
Pengajuan Permohonan Banding:
Apabila Wajib Pajak tidak atau belum puas dengan
keputusan yang diberikan atas keberatan, Wajib Pajak dapat mengajukan banding
kepada Pengadilan Pajak, dengan syarat:
- Tertulis dalam bahasa Indonesia,
- Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima.
- Alasan yang jelas.
- Dilampiri salinan Surat Keputusan atas keberatan.
- Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding,
- Jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%.
Pengajuan permohonan banding
tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Putusan
Pengadilan Pajak bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara.
Imbalan
Bunga
Apabila pengajuan keberatan atau
permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, sepanjang utang pajak
sebagaimana dimaksud dalam SKPKB dan SKPKBT telah dibayar yang menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan
ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan, paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran pajak sampai dengan
diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.
3. PENINJAUAN
KEMBALI
Apabila pihak yang bersangkutan
tidak/belum puas dengan putusan Pengadilan Pajak, maka pihak yang bersengketa
dapat mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan
Pajak dan hanya dapat diajukan satu kali
Alasan-alasan
Peninjauan Kembali
- Putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat;
- Terdapat bukti tertulis baru penting dan bersifat menentukan;
- Dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut.
- Ada suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
- Putusan nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Jangka
Waktu Peninjauan Kembali
- Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 diajukan paling lambat 3 bulan sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau ditemukan bukti tertulis baru;
- Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, 4, dan 5 diajukan paling lambat 3 bulan sejak putusan dikirim oleh Pengadilan Pajak.
Putusan Banding
Putusan Banding
adalah surat terbanding kepada Pengadilan Pajak yang berisi jawaban atas alasan
banding yang diajukan oleh pemohon banding.Putusan Banding merupakan putusan
akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap, serta bukan Keputusan Tata Usaha
Negara Dalam sejarah banding, jika dibuatkan prosentase Putusan Banding, maka
sebagian besar Putusan Banding berpihak ke Wajib Pajak.
Apabila pengajuan
keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya maka
kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2%
sebulan, untuk selama-lamanya 24 bulan.
B. PEMBUKUAN, PEMERIKSAAN, DAN
PENYIDIKAN
1. PEMBUKUAN
Pembukuan adalah suatu proses
pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi
keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta
jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode
Tahun Pajak tersebut. Pencatatan yaitu pengumpulan data yang dikumpulkan secara
teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto
sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan
yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
Yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan
1.
Wajib Pajak (WP) Badan;
2.
Wajib Pajak Orang Pribadi yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak Orang
Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00
(Empat milyar delapan ratus juta rupiah).
Yang Wajib Menyelenggarakan Pencatatan
1.
Wajib Pajak Orang Pribadi yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam
satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta
rupiah), dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma
penghitungan penghasilan neto, dengan syarat memberitahukan ke Direktur
Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang
bersangkutan;
2.
Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan
1.
Diselenggarakan dengan memperhatikan
itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
2.
Diselenggarakan di Indonesia dengan
menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah dan disusun dalam
bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
3.
Diselenggarakan dengan prinsip taat
asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
4.
Pembukuan dengan menggunakan bahasa
asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh WP setelah
mendapat izin Menteri Keuangan.
5.
Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri
atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta
penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan
Tujuannya adalah untuk mempermudah:
1.
Pengisian SPT;
2.
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak;
3.
Penghitungan PPN dan PPnBM;
4.
Penyelenggaraan pembukuan juga untuk
mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas.
Tempat Penyimpanan Buku/Catatan/Dokumen
Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari
pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program on-line wajib
disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau
tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak
badan. Perubahan Tahun Buku Dan Metode Pembukuan Perubahan terhadap metode
pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat persetujuan dari Direktur
Jenderal Pajak.
2. PEMERIKSAAN
Direktorat pajak berwenang melakukan
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajaan wajib Pajak
dan ujuan antara lain:
1.
Pemberian nomor Pokok Wajib Pajak
2.
Penghapusan nomor Pokok Wajib Pajak
3.
Pengukuhan atau pencabutan
pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
4.
Wajib pajak mengajukan keberatan
5.
Pengumpulan bahan guna penyususnan
Norma Penghitungan Penghaskan Netto
6.
Pencocokan data atau alat
ketetrangan
7.
Pemeriksaan dalam rangka penagihan
pajak
8.
Pemenuhan permintaan informasi dari
Negara mitra perjanjian penghindaran pajak Berganda
Hal Yang Perlu Diketahui dalam
pemeriksaan
1.
Pemeriksaan Pajak dapat dilakukan
oleh seorang Pemeriksa atau Kelompok Pemeriksa.
2.
Pemeriksaan dapat dilaksanakan di
Kantor (Pemeriksaan Kantor) atau di tempat Wajib Pajak (Pemeriksaan Lapangan)
meliputi tahun-tahun yang lalu maupun tahun berjalan.
3.
Apabila WP tidak memberi
kesempatan kepada pemeriksa pajak untuk memasuki tempat atau ruangan tertentu
dan menolak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, maka pemeriksa pajak
berwenang melakukan penyegelan.
3. PENYIDIKAN
Penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan
adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang
perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. Pejabat pegawai sipil
tertentu di lingkungan Direktorat Jendral Pajak diberi wewenang khusus sebagai
penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan
Wewenang penyidik adalah:
1.
Menerima, mencari,
mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak
pidana dibidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi
lebih lengkap dan jelas.
2.
Meneliti, mencari, dan
mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran
perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana dibidang perpajakan.
3.
Meminta keterangan dan bahan
bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang
perpajakan
4.
Memeriksa buku-buku,
catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana
dibidang perpajakan
5.
Melakukan penggeledahan untuk
mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta
melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut.
6.
Meminta bantuan tenaga ahli
dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan
Tindak pidana dibidang perpajakan
dapat berupa kealpaan atau kesengajaan yang dilakukan oleh wajib pajak.
Kealpaan adalah Wajik Pajak Alpa tidak menyampaiakn SPT atau menyampaiakn SPT
tetapi isinya tidak benar atatu tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang
isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara.
Kealpaan dapat diartikan tidak sengaja lalai tidak hati-hati atau kurang
menindahkan kewajibanya . Kriteria kesengajaan adalah :
1.
Tidak mendaftarkan diri atau
penyalahgunaan NPWP atau NPPKP
2.
Tidak menyampaikan SPT
3.
Menyampaikan SPT dan atau keterangan
yang isinya tidak benar atau tidk lengkap
4.
Menolak untuk dilakukan pemeriksaan
5.
Memperlihatkan pembukuan, pencatatan
atau dokumen lain yang palsu
6.
Tidak menyelenggaraka pembukuan atau
pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku catatan atau
dokumen lainya atau
7.
Tidak menyetorkan pajak yang telah
dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
Negara.
C. KETENTUAN BAGI PETUGAS PAJAK
a.
Pegawai pajak yang karena
kelalaiannya atau dengan sengaja menghitung atau meentapkan pajak tak sesuai
dengan ketentuan undang-undang
perpajakan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
b.
Pegawai pajak yang dengan sengaja
bertindak diluar kewenangannya yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan
perpajakan dapat diadukan Ke Unit Internal Departemen Kuangan yang
berwenang melakukan pemeriksaan dan
investiasidan apabila terbukti melakukannya dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
c.
Pegawaui pajak yang terbukti
melakukan pemerasan dan pengancaman
kepada wajib pajak diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
d.
Pegawaiajak yang menyalahgunakan
kewenangannya memaksa seseorang melakukan sesuatu yang menguntungkan diri
sendiri diancam pidana sesuai Pasal 12
Uu No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan
perubahannya
e.
Pegawai pajak tidak dapat ditunut ,
apabila dalam melaksanakan tugasnya didasarkan pada iktikad baik dan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
D. SANKSI PAJAK
Dalam ketentuan perpajakan, dikenal
dua macam sanksi pajak: sanksi
administrasi dan sanksi pidana.
Perbedaan dari kedua sanksi tersebut adalah bahwa sanksi pidana berakibat pada
hukuman badan seperti penjara atau
kurungan. Pengenaan sanksi pidana dikenakan terhadap siapapun yang
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. Sedangkan sanksi administrasi
biasanya berupa denda (dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan disebut
sebagai bunga, denda atau kenaikan)
1. Sanksi
Administrasi
a. Denda
Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU Perpajakan. Terkait besarannya, denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu, presentasi dari jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu. Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini akan ditambahkan dengan sanksi pidana. Pelanggaran yang dikenai sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang sifatnya alpa atau disengaja.
Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU Perpajakan. Terkait besarannya, denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu, presentasi dari jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu. Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini akan ditambahkan dengan sanksi pidana. Pelanggaran yang dikenai sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang sifatnya alpa atau disengaja.
No
|
Pasal
|
Masalah
|
Sanksi
|
Keterangan
|
1
|
7 (1)
|
SPT Terlambat disampaikan :
|
||
a. Masa
|
Rp100.000 atau Rp500.000
|
Per SPT
|
||
b. Tahunan
|
Rp100.000 atau Rp 1.000.000
|
Per SPT
|
||
2
|
8 (3)
|
Pembetulan sendiri dan belum disidik
|
150%
|
Dari jumlah pajak yang kurang dibayar
|
3
|
14 (4)
|
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur
pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
|
2%
|
Dari DPP
|
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur
pajak secara lengkap
|
2%
|
Dari DPP
|
||
PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur
pajak
|
2%
|
Dari DPP
|
b. Bunga
Sanksi
administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan utang
pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung berdasarkan persentase
tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu menjadi hak/kewajiban
sampai dengan saat diterima dibayarkan. Terdapat beberapa perbedaan dalam
menghitung bunga utang biasa dengan bunga utang paiak. Penghitungan bunga utang
pada umumnya menerapkan bunga majemuk (bunga berbunga). Sementara, sanksi bunga
dalam ketentuan pajak tidak dihitung berdasarkan bunga majemuk. Besarnya bunga
akan dihitung secara tetap dari pokok pajak yang tidak/kurang dibayar. Tetapi,
dalam hal Waiib Paiak hanya membayar sebagian atau tidak membayar sanksi bunga
yang terdapat dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan, maka sanksi
bunga tersebut dapat ditagih kembali dengan disertai bunga lagi Perbedaan
lainnya dengan bunga utang pada umumnya adalah sanksi bunga dalam ketentuan
perpajakan pada dasarnya dihitung 1 (satu) bulan penuh. Dengan kata lain,
bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh atau tidak dihitung secara
harian.
No
|
Pasal
|
Masalah
|
Sanksi
|
Keterangan
|
1.
|
8 (2 dan 2a)
|
Pembetulan SPT Masa
dan Tahunan
|
2%
|
Per bulan, dari
jumlah pajak yang kurang dibayar
|
2.
|
9 (2a dan 2b)
|
Keterlambatan
pembayaran pajak masa dan tahunan
|
2%
|
Per bulan, dari
jumlah pajak terutang
|
3.
|
13 (2)
|
Kekurangan
pembayaran pajak dalam SKPKB
|
2%
|
Per bulan, dari
jumlah kurang dibayar, max 24 bulan
|
4.
|
13 (5)
|
SKPKB diterbitkan
setelah lewat waktu 5 tahun karena adanya tindak pidana perpajakan maupun
tindak pidana lainnya
|
48%
|
Dari jumlah paak
yang tidak mau atau kurang dibayar.
|
5.
|
14 (3)
|
a. PPh tahun
berjalan tidak/kurang bayar
|
2%
|
Per bulan, dari
jumlah pajak tidak/ kurang dibayar, max 24 bulan
|
b. SPT kurang bayar
|
2%
|
Per bulan, dari
jumlah pajak tidak/ kurang dibayar, max 24 bulan
|
||
14 (5)
|
PKP yang gagal
berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan
|
2%
|
Per bulan, dari
jumlah pajak tidak/ kurang dibayar, max 24 bulan
|
|
6.
|
15 (4)
|
SKPKBT diterbitkan
setelah lewat waktu 5 tahun karena adanya tindak pidana perpajakan maupun
tindak pidana lainnya
|
48%
|
Dari jumlah pajak
yang tidak atau kurang dibayar
|
7.
|
19 (1)
|
SKPKB/T, SK
Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan kurang bayar
terlambat dibayar
|
2%
|
Per bulan, atas
jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
|
8.
|
19 (2)
|
Mengangsur atau
menunda
|
2%
|
Per bulan, bagian
dari bulan dihitung penuh 1 bulan
|
9.
|
19 (3)
|
Kekurangan pajak
akibat penundaan SPT
|
2%
|
Atas kekurangan
pembayaran pajak
|
c. Kenaikan
Jika melihat bentuknya, bisa jadi
sanksi administrasi berupa kenaikan adalah sanksi yang paling ditakuti oleh
wajib Pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut, jumlah pajak yang
harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda. Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya
dihitung dengan angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang
dibayar. Jika dilihat dari penyebabnya, sanksi kenaikan biasanya dikenakan
karena Wajib Pajak tidak memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam
menghitung jumlah pajak terutang.
Pasal
|
Masalah
|
Sanksi
|
Keterangan
|
8 (5)
|
Pengungkapan ketidak benaran SPT sebelum terbitnya SKP
|
50%
|
Dari pajak yang kurang dibayar
|
13 (3)
|
Apabila: SPT tidak disampaikan sebagaimana disebut dalam surat teguran,
PPN/PPnBM yang tidak seharusnya dikompensasikan atau tidak tarif 0%, tidak
terpenuhinya Pasal 28 dan 29
|
||
a. PPh yang tidak atau kurang dibayar
|
50%
|
Dari PPh yang tidak/ kurang dibayar
|
|
b. tidak/kurang dipotong/ dipungut/ disetorkan
|
100%
|
Dari PPh yang tidak/ kurang dipotong/ dipungut
|
|
c. PPN/PPnBM tidak atau kurang dibayar
|
100%
|
Dari PPN/ PPnBM yang tidak atau kurang dibayar
|
|
15 (2)
|
Kekurangan pajak pada SKPKBT
|
100%
|
Dari jumlah kekurangan pajak tersebut
|
2. Sanksi Pidana
a. Denda pidana
Sanksi berupa denda pidana dikenakan
kepada Wajib Pajak dan diancamkan juga kepada pejabat pajak atau pihak ketiga
yang melanggar norma. Denda pidana dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat
pelanggaran maupun bersifat kejahatan.
b. Pidana kurungan
Pidana kurungan hanya diancamkan
kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Dapat ditujukan kepada Wajib
Pajak, dan pihak ketiga. Karena pidana kurungan diancamkan kepada si pelanggar
norma itu ketentuannya sama dengan yang diancamkan dengan denda pidana, maka
masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti dengan
pidana kurungan selama-lamanya sekian.
c. Pidana penjara
Pidana penjara seperti halnya pidana
kurungan, merupakan hukuman perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan
terhadap kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada
pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan kepada Wajib Pajak
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1.
Keberatan adalah cara yang
ditempuh oleh wajib Pajak jika merasa tidak/kurang puas atas suatu ketetapan
pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak
ketiga.
2.
Banding merupakan proses/tahap
selanjutnya dari keberatan apabila SK Keberatan tidak dapat menjadi Wajib Pajak
puas yang diajukan ke Pengadilan Pajak.
3.
Jangka
Waktu Pengajuan Gugatan
a.
Gugatan terhadap angka 1 diajukan
paling lambat 14 hari sejak pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman Lelang;
b.
Gugatan terhadap angka 2, 3, dan
4 diajukan paling lambat 30 hari sejak tanggal diterima Keputusan yang digugat.
4.
Alasan-alasan
Peninjauan Kembali
a.
Putusan Pengadilan Pajak
didasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat;
b.
Terdapat bukti tertulis baru
penting dan bersifat menentukan;
c.
Dikabulkan suatu hal yang tidak
dituntut atau lebih dari yang dituntut.
d.
Ada suatu bagian dari tuntutan
belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
e.
Putusan nyata-nyata tidak sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
5.
Jangka
Waktu Peninjauan Kembali
a.
Permohonan Peninjauan Kembali
dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 diajukan paling lambat 3
bulan sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau ditemukan bukti
tertulis baru;
b.
Permohonan Peninjauan Kembali
dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, 4, dan 5 diajukan paling
lambat 3 bulan sejak putusan dikirim oleh Pengadilan Pajak.
6.
Penyidikan merupakan proses
kelanjutan dari hasil pemeriksaan yang mengindikasikan adanya bukti permulaan
tindak pidana perpajakan. Tindak pidana di bidang perpajakan meliputi
perbuatan; yang dilakukan oleh seseorang atau oleh badan yang diwakili orang
tertentu (pengurus), memenuhi rumusan undang-undang, diancam dengan sanksi
pidana, melawan hukum, dilakukan di bidang perpajakan, dan dapat menimbulkan
kerugian bagi pendapatan negara.
SARAN
Berdasarkan
Uraian diatas, maka yang dapat kami sarankan adalah :
1.
Sebaikanya dilakukan sosialisasi
yang lebih efektif dalam hal pemberitahuan dan pengenalan pajak, mekanisme
pembayaran, sanksi apabila melanggar, dan bagaimana proses/tata cara pengajuan
keberatan, banding, gugatan, dan peninjauan kembali agar tidak banyak dari
masyarakat kita yang keliru.
2.
Fiskus
dan/atau pemungut pajak hendaknya berhati-hati dan mawas diri dalam hal
penagihan/pemungutan pajak, agar tidak terjadi yang namanya kesalahpahaman dan
wajib pajak mengajukan kebertan atas perilaku seorang fiskus/pemungut pajak
terhadap wajib pajak.
Daftar pustaka
Resmi,
Siti. 2014. Perpajakan:Teori Dan Kasus. Edisi 8. Salemba Empat. Jakarta Selatan
http://id.wikipedia.org/wiki/Penyidikan Terakhir
diubah pada 10.19, 18 Oktober 2012
Nice content
BalasHapusPinjaman Perbankan