KEMISKINAN DAN KESENJANGAN
PENDAPATAN
A. Permasalahan
Pokok
Ketimpangan
yang besar dalam distribusi pendapatan (dengan
kesenjangan ekonomi) dan tingkat kemiskinan ( persentase dari jumlah populasi
yang hidup dibawah garis kemiskinan) merupakan dua masalah besar di banyak NB , tidak terkecuali Indonesia. Dikatakan
besar ,karena jika dua masalah ini berlarut-larut atau dibiarkan semakin parah
, pada akhirnya akan menimbulkan konsekuensi politik dan social yang sangat
serius .Suatu pemerintahan bisa
jatuh karena amukan rakyat miskin yang sudah tidak tahan lagi menghadapi
kemiskinannya. Bahkan kejadian
tragedi Mei 1998 menjadi suatu pertanyaan (hipotesis) hingga sekarang andaikan
tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia sama dengan misalnya di Swiss ,
mungkinkah mahasiswa akan begitu ngotot berdemonstrasi hingga akkhirnya membuat
rezim soeharto jatuh pada bulan mei 1998?
Namun, sejarah menunjukan bahwa setelah 30
tahun lebih sejak Pelita I tahun 1969 , ternyata efek menetes tersebut kecil
(kalau tidak bias dikatakan sama sekali tidak ada) ,atau proses mengalir
kebawahnya sangat lambat .Akibat dari strategi tersebut dapat dilihat pada
tahun 1980-an hingga krisis ekonomi terjadi pada tahun 1997 , Indonesia memang
menikmati laju pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun yang tinggi , tetapi
tingkat kesenjangan dalam pembagian PN juga semakin besar dan jumlah orang
miskin semakin banyak ; bahkan meningkat tajam sejak krisis ekonomi.
Berkaitan
dengan masalah diatas , ada dua pertanyaan penting yang akan dicoba dijawab
didalam bab ini , yaitu sebagai berikut :
1. Selama
pemerintahan orde baru ,factor-faktor apa yang membuat kesenjangan dalam
distribusi pendapatan dan kemiskinan tetap ada ,walaupun pembangunan ekonomi
waktu itu berjalan terus berjalan dengan baik dan Indonesia memiliki laju
pertumbuhan yang relative tinggi ?
2. Apakah
hipotesis Kuznets , yakni pada awal pembangunan ,kesenjangan ekonomi akan
dengan sendirinya berkurang (atau hilang) , tidak berlaku untuk kasus
Indonesia?
KONSEP DAN DEFINISI
Besarnya kemiskinan dapat diukur
dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan.Konsep yang mengacu kepada
garis kemiskinan disebut kemiskinan relative ,sedangkan konsep yang pengukurannya
tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absoulut. Kemiskinan
relative adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan didalam distribusi pendapatan
,yang biasanya dapat didefinisikan didalam kaitannya dengan tingkat rata-rata
dari distribusi yang dimaksud .Dinegara maju (DCs) ,kemiskinan relative diukur
sebagai suatu proporsi dari tingkat pendapatan rata-rata per kapita.Sebagai
suatu ukuran relative , kemiskinan relative dapat berbeda menurut Negara atau
periode didalam suatu Negara.Kemiskinan absoulut adalah derajat dari kemiskinan
dibawah , dimana kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat
terpenuhi.Ini adalah suatu ukuran tetap (tidak berubah) di dalam bentuk suatu
kebutuhan kalori minimum ditambah komponen-komponen nonmakanan yang juga sangat
diperlukan untuk bertahan hidup. Walaupun kemiskinan absolute sering juga
disebut kemiskinan ekstrem , tetapi maksud dari yang terakhir ini bias
bervariasi , tergantung pada interpensi setempat atau kalkulasi .
B.
HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN
EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
Hubungan
Antara Pertumbuhan dan distribusi
pendapatan Hipotesis Kuznets
Data tahun 1970-an dan 1980-an
mengenai pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan di banyak NB , terutama Negara-negara yang proses pembangunan
ekonominya sangat pesat dan dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi ,
seperti Indonesia ,menunjukan seakan-akan ada suatu kolerasi positif antara
laju pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan
: semakin tinggi pertumbuhan PDB atau semakin besar pendapatan perkapita
semakin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum kaya .Bahkan ,suatu study
dari Ahuja ,dkk (1997) di Negara-negara di Asia Tenggara menunjukan bahwa
setelah sempat turun dan stabil selama 1970-an dan 1980-an pada saat
Negara-negara itu mengalami laju pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun yang
tinggi , pada awal 1990-an ketimpangan dalam distribusi pendapatan di
Negara-negara tersebut mulai membesar kembali.Hal ini tidak hanya terjadi di NB ,tetapi juga di NB .Studi-studi dari Jannti (1997) dan
Mule(1998) memperlihatkan bahwa perkembangan ketimpangan dalam pembagian PN
antara kelompok kaya dengan kelompok miskin di sweeden , inggris , AS , dan
beberapa Negara lainnyaa di Eropa barat menunjukan suatu tren yang meningkat
selama 1970-an dan 1980-an.Misalnnya ,Jannti(1997) didalam studi nya membuat
suatu kesimpulan bahwa semakin membesarnya ketimpangan dalam distribusi
pendapatan di Negara-negara tersebut disebabkan oleh pergeseran-pergeseran
demografi , perubahan pasar buruh dan perubahan kebijakan-kebijakan public.
Dalam
hal perubahan pasar buruh , membesarnya kesenjangan pendapatan dari kepala
keluarga dan semakin besarnya saham pendapatan dari istri didalam total
pendapatan keluarga merupakan dua factor penyebab penting .Literature mengenai
perubahan kesenjangan dalam dsitribusi pendapatan awalnya didominasi oleh apa
yang disebut hipotesis
Kuznets. Dengan memakai data antar Negara (cross section) dan data dari
sejumlah survey/observasi di tiap Negara (time series), Simon Kuznets menemukan
relasi antara kesenjangan pendapatan dan tingkat perdapatan per kapita
berbentuk U terbalik. Hasil ini diinterpretasikan sebagai evolusi dari
distribusi pendapatan dalam proses transisi dari ekonomi pedesaan (rural) ke
ekonomi perkotaan (urban) atau ekonomi industry.
C.
Hubungan
Antara Pertumbuhan Ekonomi
dan Kemiskinan
Dasar teori dari korelasi antara
pertumbuhan pendapatan per kapita dan tingkat kemiskinan tidak berbeda dengan
kasus pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan dalam distribusi pendapatan
seperti yang telah dibahas di atas. Mengikuti
hipotesis Kuznets ,pada tahap awal dari proses pembangunan , tingkat kemiskinan
cenderung meningkat , dan pada saat mendekati tahap akhir dari pembangunan
jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang.Tentu , seperti telah dikatakan
sebelumnya , banyak factor-faktor lain lain selain pertumbuhan pendapatan yang
juga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di suatu wilayah/Negara,seperti
derajat pendidikan tenaga kerja dan struktur ekonomi .
Dasar persamaan untuk menggambar
relasi antara pertumbuhan output agregat dan kemiskinan dapat diambil dari
persamaan .Dalam persamaan tersebut , elastisitas dari ketidakmerataan dalam distribusi
pendapatan terhadap pertumbuhan pendapatan adalah suatu komponen kunci dari
perbedaan antara efek bruto (ketimpangan konstan) dan efek neto (ada efek dari
perubahan ketimpangan) dari pertumbuhan pendapatan terhadap kemiskinan.Apabila
elastisitas neto dan bruto dari kemiskinan terhadap pertumbuhan pendapatan
dinyatakan masing-masing dengan g dan l ,elastisitas dari ketimpangan terhadap
pertumbuhan dengan b , dan elastisitas dari kemiskinan terhadap ketimpangan
dengan d , maka didapat :
Sudah cukup banyak studi empiris
dengan pendekatan analisis lintas Negara yang menguji relasi antara pertumbuhan
ekonomi dan kemiskinan ,dan hasilnya menunjukan bahwa memang ada suatu korelasi
yang kuat antara kedua variable ekonomi makro tersebut .Akhir-akhir ini juga cukup
banyak studi yang mencoba membuktikan adanya pengaruh dari pertumbuhan output
sektoral terhadap pengurangan jumlah orang miskin .Dalam kata lain , kemiskinan
tidak hanya berkolerasi dengan pertumbuhan output agregat atau PDB atau PN
,tetapi juga dengan pertumbuhan output di sector-sektor ekonomi secara
individu.misalnya studi dari Ravallion dan Datt dengan memakai data dari india
menemukan bahwa pertumbuhan bahwa pertumbuhan output disektor-sektor primer
,khususnya pertanian ,jauh lebih efektif terhadap penurunan kemiskinan di
pedesaan maupun perkotaan .Kakwani juga melaporkan hasil yang sama dari
penelitiannya dari kasus Filipina .dikatakan dalam studinya bahwa sementara
peningkatan 1% output di sector pertanian mengurangi jumlah orang yang hidup
dibawah garis kemiskinan sedikit diatas 1% ,persentase pertumbuhan yang sama
dari output disektor industry dan disektor jasa hanya mengakibatkan pengurangan
kemiskinan antara seperempat jingga sepertiga persen .
D.
ANALISIS
EMPIRIS
1.
KEMISKINAN
Kemiskinan bukan hanya masalah Indonesia ,tetapi
merupakan masalah dunia.Laporan dari bank dunia menunjukan bahwa tahun 1998 terdapat
1,2 miliar orang miskin dari sekitar 5 miliar lebih jumlah penduduk di
dunia.Sebagian besar dari jumlah tersebut terdapat di Asia selatan (43,5%) yang
terkonsentrasi di india ,Bangladesh ,Nepal,sri langka ,dan Pakistan .Afrika
sub-sahara merupakan wilayah kedua di dunia yang padat orang miskin.Kemiskinan
di wilayah ini terutama disebabkan oleh iklim dan kondisi tanah yang tidak
mendukung kegiatan pertanian , pertikaian yang tidak henti-hentinya antar suku
manajemen ekonomi makro yang buruk dan pemerintahan yang bobrok .Wilayah ketiga
yang terdapat banyak orang miskin adalah Asia tenggara dan Pasifik
(23,2%).Kemiskinan di Asia Tenggara terutama terdapat di cina , laos ,
Indonesia , Vietnam , Thailand , dan kamboja .
Di
Indonesia ,kemiskinan merupakan salah satu masalah besar . terutama melihat
kenyataan bahwa laju pengurangan jumlah orang miskin di tanah air berdasarkan
garis kemiskinan yang berlaku jauh lebih lambat dibandingkan laju pertumbuhan
ekonomi dalam kurun waktu sejak pelita I hingga 1997.Berdasarkan fakta ini
,selalu muncul pertanyaan : apakah memang laju pertumbuhanyang tinggi dapat
mengurangi tingkat kemiskinan ?atau ,apakah memang terdapat satu kolerasi
negative yang signifikan antara tingkat pertumbuhan dan persentase jumlah
penduduk di bawah garis kemiskinan ?
2.
KESENJANGAN
Studi-studi mengenai distribusi pendapatan di
Indonesia pada umumnya menggunakan data BPS mengenai pengeluaran konsumsi rumah
tangga dari survey social nasional (susenas).Data pengeluaran konsumsi dipakai
sebagai suatu pendekatan (proksi) untuk mengukur distribusi pendapatan
masyarakat .Walaupun diakui bahwa cara ini sebenarnya mempunyai suatu kelemahan
yang serius ; data pengeluaran konsumsi bias memberikan informasi yang tidak
tepat mengenai pendapatan ,atau tidak mencerminkan tingkat pendapatan yang
sebenarnya.Jumlah pengeluaran konsumsi seseorang tidak harus selalu sama dengan
jumlah pendapatan yang diterimanya ,bias lebih besar atau lebih kecil .Misalnya
, pendapatannya lebih besar tidak selalu berarti pengeluaran konsumsinya juga
besar ,karena ada tabungan .Sedangkan jika jumlah pendapatannya rendah , tidak
selalu berarti jumlah konsumsinya juga rendah .Banyak rumah tangga memakai
kredit bank untuk membiayai pengeluaran konsumsi tertentu ,misalnya untuk beli
rumah dan mobil ,dan untuk membiayai sekolah anak atau bahkan untuk hiburan.
Demikian pula pengertian pendapatan , yang artinya
pembayaran yang didapat karenabekerja atau menjual jasa , tidak sama dengan
pengertian kekayaan .Kekayaan seseorang bisa jauh lebih besar daripada
pendapatannya .Atau , seseorang bisa saja tidak mempunyai pekerjaan
(pendapatan) tetapi ia sangat kaya karena ada warisan keluarga .Banyak
pengusaha-pengusaha muda di Indonesia kalu diukur dalam tingkat pendapatan
mereka tidak terlalu berlebihan ,tetapi mereka (atau orang tua mereka).
Secara
teoritis ,perubahan pola distribusi pendapatan di pedesaan dapat disebabkan
oleh factor-faktor berikut :
·
Akibat arus penduduk/L dari pedesaan ke
perkotaan yang selama orde baru berlangsung sangat pesat.sesuai teori A.Lewis
(1954) ,perpindahan orang dari pedesaan ke perkotaan memberikan suatu dampak
positif terhadap perekonomian di pedesaan : kesempatan kerja produktif ,
tingkat produktivitas dan pendapatan rata-rata masyarakat di pedesaan meningkat
.sedangkan ekonomi perkotaan pada suatu saat akhirnya tidak mampu menampung
suplai L yang meningkat terus setiap tahunnya ,yang sebagian besar adalah
pendatang dari pedesaan ,yang akhirnya berakibat pada peningkatan pengangguran
,disatu pihak , dan menurunnya laju pertumbuhan tingkat upah/gaji ,dipihak lain
.
·
Struktur pasar dan besarnya distorsi
yang berbeda di pedesaan dengan diperkotaan ,Dipedesaan jumlah sector relative
lebih kecil dibandingkan diperkotaan ,dan sector-sektor yang ada dipedesaan
lebih kecil dibandingkan sector-sektor yang sama diperkotaan .Perbedaan ini
ditambah dengan tingkat pendaapatan perkapita dipedesaan yang lebih rendah
daripada diperkotaan .struktur pasar yang sederhana ini membuat distorsi pasar
juga relative lebih kecil dipedesaan dibandingkan diperkotaan .
·
Dampak positif dari proses pembangunaan
ekonomi nasional.Dampak tersebut bisa dalam beragam bentuk, diantaranya :
ü Semakin
banyak kegiatan-kegiatan ekonomi di pedeesaan diluar sector pertanian , seperti
industry manufaktur .Diversifikasi ekonomi pedesaan ini tentu menambah jumlah
kesempatan kerja dipedesaan dan juga menambah pendapatan petani.
ü Tingkat
produktivitas dan pendapatan L di sector pertanian meningkat , bukan saja
akibat arus manusia dari sector tersebut ke sector-sektor lainnya diperkotaan
tetapi juga akibat penerapan/pemakaian T baru dan penggunaan input-input yang
lebih baik ,misalnya pupuk hasil pabrik ,dan permintaan pasar domestic dan X
terhadap komoditas-komoditas pertanian meningkat.
ü Potensi
SDA yang ada di pedesaan smakin baik dimanfaatkan oleh penduduk desa.
E. TUJUAN
PEMBANGUNAN MILENIUM
Pada bulan
September 2000, PBB mendeklarasikan apa yang disebt dengan tujuan pembangunan
milenium (MDGs), yang harus di capai 191 negera anggotanya pada tahun 2015. Ada
8 sasaran, masing – masing dengan terget tertentu yang harus dicapai, dan
sasaran pertamanya adalah mengurangi kemiskinan dan orang – orang yang
mengalami kelaparan. Kedelapan sasaran itu adalah
1.
Menurunkan
kemiskinan dan kelaparan ekstrem
2.
Mencapai
penddikan dasar untuk semua
3.
Mengurangi
angka kematian anak
4.
Memperbaiki
kesehatan ibu
5.
Memerangi
HIV/AIDS malaria dan penyakit – penyakit menular lainnya
6.
Menjemin
kelestarian lingkungan hiduo
7.
Membentuk
sebuah kerja sama global untuk pembangunan
Sejak dicetuskannya MDGs hingga awal 2011. Khususnya di
kawasan Asia dan Pasifik, Indonesia masih masuk kategori negara – negraa yang
lamban langkahnya dalam mencapai MDGs pada tahun 2015. Dengan kata lain,
Indonesia termasuk negara – negara yang tidakakan mencapai semua MDGs pada
tahun 2015. Kelambanan Indonesia dalam pencapaian MDGs tersebut terutama
ditunjukan oleh masih tingginya angka kematian ibu, yang sedang melahirkan,
belum teratasinya laju penulaan HIV/ AIDS , makin meluasna laju deforetasi,
rendahnya tingkat pemenuhan air minum dan sanitasi yang buruk serta beban utang
luar negeri.
F.
KEBIJAKAN
ANTIKEMISKINAN
Untuk mengetahui kenapa diperlukan
kebijakan anti kemiskinan dan distribusi pendapatan ,perlu diketahui terlebih
dahulu bagaimana hubungan alamiah antara pertumbuhan ekonomi ,kebijakan ,
kelembagaan , dan penurunan kemiskinan .
Tahun 1990 ,bank dunia lewat laporannya world
development report on poverty mendeklarasikan bahwa suatu peperangan yang
berhasil melawan kemiskinan perlu dilakukan secara serentak pada tiga font :
pertumbuhan ekonomi yang luas dan padat karya yang menciptakan kesempatan kerja
dan pendapatan bagi kelompok miskin , pengembangan SDM yang memberi mereka
kemampuan yang lebih baik untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang
diciptakan oleh pertumbuhan ekonomi , dan membuat suatu jaringan pengamanan
social untuk mereka diantara penduduk miskin yang sama sekali tidak mampu untuk
mendapatkan keuntungan-keuntungan dari pertumbuhan ekonomi dan kesempatan
pengembangan SDM akibat ketidakmampuan fisik dan mental , bencana alam ,konflik
social , dan terisolasi secara fisik .
Sedangkan intervensi jangka menengah dan panjang
yang penting adalah sebagai berikut :
ü Pembangunan/
penguatan sector swasta
ü Kerjasama
regional
ü Manajemen
pengeluaran penerintah (APBN) dan administrasi
ü Desentralisasi
ü Pendidikan
dan kesehatan
ü Penyediaan
air bersih dan pembangunan perkotaan
ü Pembagian
tanah pertanian yang merata
FAKTOR -FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN
Tidak
sulit mencari factor-faktor penyebab kemiskinan, tetapi dari factor-faktor
tersebut sangat sulit memastikan mana penyebab sebenarnya (utama) serta mana
yang berpengaruh langsung dan tidak langsung
terhadap perubahan kemiskinan.
Kalau diuraikan satu persatu, jumlah factor-faktor yang dapat mempengaruhi, langsung maupun tidak langsung, tingkat kemiskinan cukup banyak, mulai dari tingkat dan laju pertumbuhan output (atau produktifitas tenaga kerja), tingkat upah neto, distribusi pendapatan, kesempatan kerja (termasuk jenis pekerjaan yang tersedia), tingkat inflasi, pajak dan subsidi, investasi, alokasi serta kualitas SDA, ketersediaan fasilitas umum (seperti pendidikan dasar, kesehatan, informasi, transportasi, listrik, air dan lokasi pemukiman), penggunaan teknologi, tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan alam di suatu wilayah, etos kerja dan motivasi pekerja, kultur/budaya atau tradisi, hingga politik, bencana alam dan peperangan. Kalau diamati, sebagian besar dari factor-faktor tersebut juga mempengaruhi satu sama lain. Misalnya, tingkat pajak yang tinggi membuat tingkat upah neto rendah dan ini bisa mengurangi motivasi kerjsa seseorang sehingga produktivitasnya menurun selanjutnya mengakibatkan tingkat upah netinya berkurang lagi, dan seterusnya. Jadi tidak mudah memastikan apakah karena pajak naik atau produktivitasnya yang turun membuat pekerja jadi miskin karena upah netonya rendah.
Kalau diuraikan satu persatu, jumlah factor-faktor yang dapat mempengaruhi, langsung maupun tidak langsung, tingkat kemiskinan cukup banyak, mulai dari tingkat dan laju pertumbuhan output (atau produktifitas tenaga kerja), tingkat upah neto, distribusi pendapatan, kesempatan kerja (termasuk jenis pekerjaan yang tersedia), tingkat inflasi, pajak dan subsidi, investasi, alokasi serta kualitas SDA, ketersediaan fasilitas umum (seperti pendidikan dasar, kesehatan, informasi, transportasi, listrik, air dan lokasi pemukiman), penggunaan teknologi, tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan alam di suatu wilayah, etos kerja dan motivasi pekerja, kultur/budaya atau tradisi, hingga politik, bencana alam dan peperangan. Kalau diamati, sebagian besar dari factor-faktor tersebut juga mempengaruhi satu sama lain. Misalnya, tingkat pajak yang tinggi membuat tingkat upah neto rendah dan ini bisa mengurangi motivasi kerjsa seseorang sehingga produktivitasnya menurun selanjutnya mengakibatkan tingkat upah netinya berkurang lagi, dan seterusnya. Jadi tidak mudah memastikan apakah karena pajak naik atau produktivitasnya yang turun membuat pekerja jadi miskin karena upah netonya rendah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar