BELAJAR ILMU EKONOMI AKUNTASI

Jumat, 12 Agustus 2016

Faktor-Faktor Penyebab Kerentanan Ekonomi Indonesia

Faktor-Faktor Penyebab Kerentanan Ekonomi Indonesia

1.                              Ekonomi Indonesia semakin terbuka dibandingkan, pada awal pemerintahan Orde Baru (1996). Terutama sejak reformasi ekonomi di sejumlah bidang (khususnya perdagangan dan keuangan) secara besar-besaran yang dimulai pada tahun 1999 (sebagai respons langsung pemerintah terhadap krisis keuangan Asia tahun 1997-1998 dan atas desakan IMF yang datang membantu Indonesia waktu itu) menuju liberalisasi dalam sektor-sektor perdagangan (barang dan jasa), perbankan, dan investasi (langsung/tetap/jangka panjang, maupun tidak langsung/tidak tetap/jangka pendek/investasi portofolio), perekonomian Indonesia semakin terintegrasi dengan ekonomi dunia. Konsekuensi langsungnya adalah ekonomi Indonesia menjadi semakin rentan dibandingkan sebelumnya terhadap setiap goncangan-goncangan ekonomi dunia seperti yang terjadi pada tahun 2008-2009 tersebut. Krisis ekonomi global itu telah menyebabkan merosotnya permintaan dunia terhadap sejumlah komoditi, termasuk beberapa yang juga di produksi dan diekspor oleh Indonesia.
2.               Indonesia masih tetap bergantung pada ekspor dari banyak komoditi primer, yaitu pertambangan dan pertanian. Konsekuensinya, setiap ketidak stabilan permintaan dunia terhadap komoditi-komoditi tersebut atau goncangan harga-harga dunia dari komoditi-komoditi itu, khususnya pertanian (termasuk perkebunan) akan menjadi sebuah goncangan serius bagi perekonomian Indonesia.
3.                              Indonesia semakin tergantung pada impor dari sejumlah produk makanan yang penting, termasuk beras, gandum, jagung, daging, sayur-sayuran, buah-buahan dan minyak. Akibatnya adalah kenaikan atau ketidak stabilan dari harga-harga produk makanan tersebut di pasar internasional, atau gagal panen dari produk-produk tersebut di Negara-negara asal, jelas akan mempunyai suatu efek negatif yang signifikan tidak hanya terhadap pengeluaran konsumsi minimum rumah tangga tetapi juga akan mengancam keamanan pangan didalam negri yang bisa berujung pada kerusuhan social dan kejatuhan kabinet yang sedang berkuasa
4.                  Semakin banyak tenaga kerja Indonesia (TKI), termasuk wanita, yang bekerja di luar negri. Bahkan semakin banyak desa di tanah air dimana kehidupan masyarakatnya atau pembangunan ekonominya sangat tergantung pada pengiriman uang dari TKI di luar negri. Konsekuensinya, pada saat Negara-negara tuan rumah dimana TKI bekerja mengalami suatu krisis ekonomi, yang memaksa banyak TKI bekerja (dan biasannya sebagian dari mereka pulang ke kampung halaman), maka jumlah uang yang rutin dikirim ke Indonesia juga akan berkurang, dan ini artinya akan banyak desa di Indonesia mengalami kemiskinan.
2.       Mengukur Tingkat Kerentanan Ekonomi
1.      Definisi
 Adger, dkk. (2004) dan Briguglio, dkk. (2008), keruntanan bukan suatu konsep yang langsung berbeda dengan konsep kemiskinan. Hingga sekarang, belum ada konsensus mengenai arti yang tepat dari kerentanan. Tetepi secara umum, kerentanan merujuk kepada potensi kerugian atau kerusakan yang diakibatkan oleh goncangan eksogen. Di bidang ekonomi, kerentanan ekonomi merujuk pada risiko-risiko yang disebabkan oleh goncangan eksogan (bisa dari sumber-sumber internal maupun eksternal) terhadap tiga sistem kunci dari ekonomi, yaitu produksi, distribusi (dari output  dan input-input) dan konsumsi.
2.      Indikator
Indikator-indikator kerentanan adalah metodologi paling umum yang digunakan dalam mengkaji tingkat kerentanan. Cara setandarnya dengan mengkompilasi suatu daftar dari indikator-indikator yang menggunakan sejumlah kriteria, seperti kontinuitas mengikuti suatu kerangka kerja konseptual definisi-definisi ketersediaan data dan sensitivitas terhadap goncangan-goncangan, briguglio, dkk (2008) mengatakan bahwa pemillihan indicator adalah sesuatu yang subjektif. Namun demikian, untuk meminimalisasi subjektivitas, mereka menekankan bahwa pemilihan harus berdasarkan kriteria yang benar dan terkait dengan cakupan yang tepat, simplisitas dan dengan mudah bisa melakukan perbandingan-perbandingan yang komprehensif dan berkelanjutan transparansi. Tujuan dari penelitian ini, seperti yang telah di singgung sebelumnya, yakni untuk menawarkan sejumlah indicator yang tepat untuk digunakan dalam mengukur tingkat kerentanan terhadap krisis-krisis ekonomi pada tingkat provinsi.
3.      Analisis Empiris
Menurut tingkat agresi,kerentanan ekonomi dapat dikaji pada tingkat makro, yakni bisa sebuah Negara, sebuah wilayah, misalnya provinsi atau kabupaten, atau suatu kelompok masyarakat/komunitas, dan pada tingkat mikro yaitu pada tingkat individu (seseorang) atau tingkat RT, dua sub-bab beerikut mengusulkan sejumlah rasio atau variable yang dapat digunakan sebagai indikator-indikator dari kerentanan ekonomi pada tingkat, masing-masing makro dan mikro.
a.      Indikator-Indikator Pada Tingkat Makro
1.      Luas ekonomi/pasar
Suatu Negara atau wilayah kecil dalam arti jumlah populasinya sedikit membatasi kemampuannya untuk mendapatkan keuntungan dari sekala ekonomis dan menjadi penghambat bagi kemungkinan produksi. Oleh kerena itu, luas ekonomi atau pasar harus dianggap sebagai salah satu indikator ketahanan ekonomi terhadap goncangan-goncangan (Guillaumont 2007).
2.     Kepadatan dan Struktur Penduduk
Seperti telah dibahas butir 1 bahwa, total populasi adalah positif bagi ekonomi perihal sekala ekonomis dan kemungkinan produksi. Semakin banyak jumlah produk, semakin besar luas pasar domestic atau local. Semakin banyak unit dari suatu jenis produk yang bisa dibuat, semakin penuh pemakaian kapasitas produksi yang terpasang dan semakin rendah biaya produksi per satu unit dari produk tersebut ( sekala ekonomis). Demikian juga, semakin besar populasi, dan semakin banyak angkatan kerja, atau semakin besar SDM yang tersedia, maka semakin banyak produksi yang bisa dilakukan. Namun demikian, ada suatu hambatan terhadap sisi positif dari populasi yang besar.
3.         Lokasi Geografi
Lokasi yang terisolasi seperti pulau-pulau kecil di perbatasan (sering disebut sebagai pulau-pulau terluar) atau desa-desa diatas pegunungan di papua membuat biaya transfortasi menjadi sangat mahal dan marjinalisasi dalam semua aspek (ekonomi, sosisl dan politik) kehidupan dari masyarakatnya. Derajat keterbukaan ekonomi suatu wilayah juga sangat ditentukan, diantara factor-faktor lainnya oleh lokasi geografinya. menurut banyak penelitian, terpencil dari pusat pasar (untuk barang jadi/autfut maupun bahan baku/infut) merupakan suatu hendikap structural tidak saja Karena hal itu, merupakan juga salah satu factor kerentanan (bahkan sekalipun biaya transfortasi mengalami penurunan, misalnya sebagai suatu hasil dari perbaikan sistem dalam alat-alat transfortasi yang ada yang di dorong oleh kemajuan teknoligi), jarak tetap merupakan suatu hambatan bagi kegiatan-kegiatan perdagangan dan investasi.
4.              Struktur Konsumsi Rumah Tangga
Indikator ini terutama relevan untuk krisis pangan di Indonesia, provinsi-provinsi atau kabupaten-kabupaten dengan rasio konsumsi beras terhadap konsumsi non beras yang lebih tinggi (dalam total rata-rata per RT atau per orang) atau yang memiliki presentase dari konsumsi beras didalam total pengeluaran (makanan dan non makanan) yang lebih besar pada prinsifnya lebih rentan terhadap krisis tipe ini dibandingkan provinsi-provinsi atau kabupaten-kabupaten dengan rasio yang lebih rendah. Krisis pangan terjadi di suatu wilayah ketika persediaan atau produksi makanan lebih rendah dari pada kebutuhsn atau konsumsi makanan di wilayah itu.
5.         Keterbukaan ekonomi
            Suatu wilayah dengan derajat keterbukaan ekonomi yang tinggi menandakan wilayah tersebut melakukan ekpor dan inpor ( jika wilayah itu berada di suatu Negara,bisa berarti tidak hanya melakukan perdagangan dengan Negara-negara lain,tetapi juga dengan wilayah-wilayah lainnya di dalam negeri) secara intensif dan ini bisa di ukur dengan rasio perdagangan eksternal terhadap PDRB (atau PDB dalam kasus Negara) menurut Briguglio,DKK (2008), keterbukaan ekonomi hingga suatu besaran tertentu yang signivikan adalah suatu ciri yang tertanam di dalam ekonomi (bisa dalam arti suatu Negara atau wilwyah di dalam suatu Negara),yang terkondisikan ruang dan waktu oleh dua faktor. (1) luas pasar domestic dari Negara bersangkutan yang mempengaruhirasio ekspor terhadap PDB (atau PDRB dalam kasus prvinsi ) (yang artinya,pasar domestic/local yang lebih kecil,misalnya singapura, cenderung menambah ekspor.sebaliknya pasar domestik yang lebih besar,misalnya Indonesia,cenderungmengurangi/membatasi ekspor,ceteris paribus), dan (2) ketersediaan sumber daya produksi dari Negara yang bersangkutan dan kemampuan Negara itu untuk memproduksi secara efisien sejumlah barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan permintaan pasar domestiknya. Hal ini akan mempengaruhi rasio impor terhadap PDB/PDRB (artinya, lebih miskin dalam sumber daya produksi dan kurangnya kapasitas produksi atau kurangnya kemempuan produksi.
6.      Ketergantungan dan difersifikasi ekspor
Wilayah-wilayah dengan suatu ketergantungan ekspor yang sangat besar, diukur dengan rasio ekspor terhadap PDB (PDRB untuk kasus provinsi), mempunyai suatu keterbukaan yang lebih besar terhadap goncangan-goncangan eksogen dibandingkan wilayah-wilayah yang tidak terlalu tergantung kepada ekspor.

7.              Ketergantungan dan diversivikasi impor
Wilayah-wilayah dengan derajat ketergantungan impor yang tinggi, terutama impor-impor strategis seperti energi (misalnya minyak bumi atau gas), makanan, SDA krusial lainnya, dan bahan-bahan industri, diperburuk dengan kemungkinan substitusi impor yang terbatas sangat rentan terhadap ketidak stabilan suplai dunia (atau ketersediaan stok dunia), atau dalam harga dunia untuk impor-impor tersebut.
8.      Deversifikasi ekonomi
Semakin tinggi pangsa output (persentase) dari, industry manufaktur atau sector pertanian dalam pembentukan PDB (PDRB dalam kasus provinsi), semakin tinggi tingkat konsentrasi atau semakin rendah tingkat deversifikasi ekonomi, selanjutnya untuk setiap tingkat permintaan pasar domestic yang ada (ditentukan oleh besarnya populasi dan pendapatan rill per kapita)tingginya tingkat konsentrasi ekonomi juga berarti tingginya tingkat ketergantungan  impor untuk barang dan jasa lain yang tidak dibuat di dalam negri atau domestiknya sedikit (direfleksikan oleh kecilnya sumbangan PDB/PDRB dari industri atau sektor yang membuat barang dan jasa itu).
9.    Pendapatan rill per kapita
Pendapatan rill per kapita sering digunakan sebagai sebuah indicator kesejahteraan, yang menandakan daya beli dari sebuah ekonomi. Namun demikian, indicator ini tidak menunjukan total kesejahteraan  dari sebuah Negara atau wilayah sejak data nasional mengenai pendapatan hanya mencakup pendapatan-pendapatan actual yang diterima oleh pekerja-pekerja dan hasil dari mengkomersialisasikan asat-aset fisik (tidak termasuk SDM), misalnya, rumah sendiri yang tidak digunakan untuk disewakan
10.  Rumah tangga menurut kelompok pendapatan
Sebelumnya telah dibahas pendapatan per kapita di suatu wilayah. Namun demikian, pendapatan atau kekayaan rill yang tinggi di suatu Negara/wilayah tidak akan berarti sama sekali jika pendapatan tersebut tidak terdistribusikan relatif merata ke seluruh penduduknya. Hal ini dapat dikatakan bahwa ketika pendapatan rill per kapita di suatu provinsi tinggi, maka tingkat kemiskinan di provinsi itu juga bisa tinggi karena kesenjangan pendapatan sangat besar.
11.  Kemiskinan
Tingkat kemiskinan di suatu wilayah umumnya diukur dengan proporsi dari jumlah penduduk di wilayah yang hidup dibawah garis kemiskinan yang berlaku. Tingkat kemiskinan adalah suatu indikasi untuk tingkat sensitivitas maupun tingkat ketahanan suatu wilayah terhadap goncangan. Dasar pemikirannya mengungkapkan bahwa hanya orang atau RT yang tidak miskin (yang memiliki uang cukup atau aset bernilai tinggi) yang lebih mampu menghadapi suatu krisis ekonomi dibandingkan mereka yang miskin. Jadi suatu hipotesisnya wilayah miskin ( dimana sebagian besar penduduknya hidup dibawah garis kemiskinan yang berlaku) lebih rentan terhadap suatu krisis ekonomi, atau wilayah tersebut lebih banyak kesulitan dibandingkan wilayah kaya (dimana sebagian besar wilayah penduduknya hidup di atas garis kemiskinan yang berlaku) dalam menghadapi atau menanggulangi efek negative dari sebuah goncangan ekonomi (baik yang berasal dari sumber-sumber internal maupun internal), ceteris paribus.
12.          Kemajuan pendidikan
Kemajuan pendidikan biasanya diukur dengan dua indicator modal manusia, yakni jumlah anak-anak yang bisa membaca dan menulis dan rasio-rasio mengikuti pendidikan atau pendaftaran sekolah. Alternatifnya, juga di ukur dengan sebuah indeks yaitu indeks pengembangan manusia (Human Development Index HDI) dari United Nations Development Program (UNDP). Kemajuan pendidikan umumnya dianggap sebagai suatu determinan penting dari kemampuan suatu wilayah/komunitas dalam menghadapi dan menanggulangi suatu krisis atau bencana. Jadi, dengan asumsi orang berpendidikan biasanya lebih terbuka dan juga lebih tahan terhadap goncangan.
13.  Kondisi kesehatan
Kesehatan merupakan Suatu indikator modal manusia yang krusial, kemajuan dalam pendidikan atau keberhasilan mencapai pendidikan tinggi tidak akan pernah tercapai dalam suatu komunitas yang tidak sehat. Dengan kata lain pendidikan dan kesehatan punya peran yang sama mereka adalah dua faktor yang bersifat komplementer satu dengan yang lainnya.
14.     Kemampuan teknologi
Teknologi adalah determinan paling penting selain SDM bagi pembangunan dan kemajuan atau kesejahteraan ekonomi. Jadi wilayah dengan kemampuan teknologi tinggi memiliki ketahanan lebih besar terhadap goncangan dibandingkan wilayah dengan kapabilitas rendah dalam pengembangan atau penguasaan teknologi, ceteris paribus.
15.  Infrastruktur sosial-ekonomi
Hipotesis terkait tingkat kerentanan (ketahanan) ekonomi di wilayah yang infrastruktur social dan ekonominya maju lebih rendah/tinggi dibandingkan wilayah yang masih terbelakang atau wilayah pertama yang lebih mampu/cepat untuk pilih kembali dari suatu krisis ekonomi dengan kerugian lebih kecil dibandingkan dengan wilayah infrastruktur sosial-ekonominya buruk.
16.  Modal sosial
Pentingnya modal sosial diakui umum sebagai suatu faktor krusial dalam membangun dan memelihara kepercayaan yang harus ada untuk kepaduan dan kemajuan sosial. Di dalam bidang ekonomi, modal sosial penting sebagai suatu faktor penentu tingkat kelayakan dan produktivitas dari kegiatan-kegiatan ekonomi (Putman 1993).hal ini memberi kesan adanya suatu keterkaitan positif antara sifat alamiah dari proses pembangunan ekonomi dan modal sosial.
17.  Pertisipasi wanita dalam kesempatan kerja/kegiatan ekonomi
Tingkat partisipasi wanita sudah semakin tinggi dalam segala aspek kehidupan, baik ekonomi sosial maupun politik.karena banyak hambatan yang dihadapi oleh sebagian besar wanita di Indonesia seperti kultur, budaya, agama, norma, tradisi, dan praktek-praktek yang bisa dilakukan lelaki. Tingkat marjinalisasi wanita di Indonesia seperti diberbagai NB lainnya secara umum dipercaya masih lebih tinggi daripada di dunia maju.
18.          Stabilitas ekonomi makro
Mengikuti kinerja dari Briguglio dkk. (2008) dalam membuat suatu indeks ketahanan, stabilitas ekonomi makro di amggap sebagai suatu variable penting yang menangkap efek dari penyerapan goncangan atau kebijakan-kebijakan anti goncangan . stabilitas ekonomi makro berhubungn dengan suatu keseimbangan ekonomi internal (yakni permintaan agragat sama dengan penawaran agregat), yang dimanifestasikan dalam suatu fiscal atau posisi keuangan dan anggaran pemerintah (pengeluaran pemerintah relatif terhadap pendapatan pajak dan pendapatan pemerintah lainnya) yang berkelanjutan, laju pertumbuha PDB yang lebih tinggi, laju imflasi yang rendah, dan tingkat pengangguran /kesempatan kerja yang dekat dengan tingkat alaminya maupun dengan suatu keseimbangan eksternal.
19.          Efisiensi pasar ekonomi mikro
Efisiensi pasar ekonomi mikro juga dianggap sebagai suatu komponen penting dari indeks ketahanan yang ditawarkan oleh Biuguglio, dkk (2008). Pembenaran teoritisnya dari pemakaian komponen tersebut adalah sebuah ekonomi akan mendapatkan lebih banyak keuntungan dari semua sumber daya produktif yang ada dialokasikan melalui mekanisme harga yang tidak terdistoris. Pada saat suatu krisis ekonomi terjadi, semakin efisien sebuah ekonomi, semakin lebih cepat proses penyesuaian pasar untuk mencapai suatu keseimbangan yang baru, dan semakin sedikit biaya kerugian yang harus dibayar dalam peroses pemulihan.
b.      Indikator-indikator pada tingkat mikro
Sebelumnya telah dibahas indikator-indikator kerentanan ekonomi pada tingkat makro pengan fokus pada tingkat provinsi, tetapi tentu yang menjadi masalah adalah kerentanan individu atau RT, terutama dari kelompok miskin. Hal ini sangat jelas bahwa kerentanan ekonomi dari suatu Negara dari tingkat makro berasosiasi dengan kerentanan pada tingkat mikro, tergantung pada bagaimana suatu krisis mempengaruhi ekonomi tersebut dan kehidupan masyarakat secara individu maupun kelompok, misalnya RT. Kerentanan suatu RT mempunyai tiga komponen utama :
1.      Goncangan pada pendapatan/penghasilan RT tersebut, yang tergantung pada besarnya dan sifat dari goncangan itu sendiri, dari keterbukaan serta ketahanannya terhadap goncangan pada tingkat makro.
2.      Kepekaan dari RT tersebut terhadap goncangan itu.
3.      Kapasitas dari RT  tersebut untuk bereaksi, yaitu tingkat ketahanannya. Apabila di suatu daerah, semua RT ternyata rentan, maka itu akan terrefleksikan oleh ketahanan yang rendah dari daerah itu (pada tingkat makro). Dengan kata lain, ada suatu hubungan positif antara derajat ketahanan (tingkat kerentanan) pada tingkat makro dan pada tingkat mikro (Guillaumont,2001).






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AKUNTANSI PERUSAHAAN JASA

SOAL AKUNTANSI PERUSAHAAN JASA Rio sentosa merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dibidang jasa pembersih dan pengecatan gedung. Saldo...