
TEORI
BEHAVIORISME DALAM BELAJAR SERTA IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN EKONOMI

DisusunOleh:
Kelompok III EKSTENSI B PENDIDIKAN EKONOMI
MELISA RATNASARI (7133341121)
NAZLAH HANIM (7133341034)
NURUL HAFIZHA (7133341069)
POPPY WULANDARI (7133341040)
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
NEGERI MEDAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas limpahan rahmat dan kurunia-Nya kami dapat menyelesaikan
tugas kelompok mata kuliah Psikologi Pendidikan tepat waktu.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada
pihak-pihak yang telah berkontribusi baik secara langsung ataupun secara tidak
langsung dalam penyelsaian makalah ini. Makalah ini berjudul Teori Behaviourisme dalam Belajar serta
Implikasinya dalam Pendidikan Ekonomi.
Kami menyadari masih terdapat banyak
kekurangan ataupun kesalahan yang secara tidak sengaja terdapat dalam makalah
ini. Maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi perubahan yang lebih baik
Semoga
maakalah ini bermanfaat bagi pembaga umumnya, dan bagi penulis khususnya.
Medan,
Februari 2016
Tim Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB III KESIMPULAN DAN
SARAN
BAB IV PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN
Teori belajar behavioristik adalah
sebuah teori yang dicetuskan oleh Gagedan Berliner tentang perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari pengalaman.
Teori
ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap
arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaranyang
dikenal sebagai aliran behavioristik.
Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar.
Teori behavioristik dengan
model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai
individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode
pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila
diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan
akibat adanya interaksi antara stimulus dan
respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia
dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang
penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pelajar, sedangkan respon
berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh
guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting
untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang
dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan
oleh guru (stimulus)
dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur.
Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting
untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh
aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan
ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula
bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga
semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori
belajar behavioristik,
meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary
Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5)
Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage,
Berliner, 1984). Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson,Clark Hull, Edwin Guthrie,
dan Skinner.
Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik dan analisis
serta peranannya dalam pembelajaran.
Adapun rumusan masalah
dari penulisan ini adalah :
a)
Apa pengertian dari teori behaviorisme?
b)
Siapa saja ahli-ahli dalam aliran teori
behaviorisme?
c)
Bagaimana prinsip belajar dalam teori
behaviorisme?
d) Bagaimana
implikasi teori behaviorisme dalam pembelajaran pendidikan ekonomi?
Adapun tujuan dari
penulisan ini adalah :
a)
Memahami pengertian dari teori behaviorisme
dalam kegiatan belajar mengajar.
b)
Mengetahui ahli-ahli dalam aliran teori
behaviorisme.
c)
Memahami prinsip belajar teori behaviorisme.
d) Memahami
Implikasi teori behaviorisme dalam pembelajaran pendidikan ekonomi.
BAB II
PEMBAHASAN
Behaviorisme merupakan sebuah aliran
dalam pemahaman tingkah laku manusia , yang dikembangkan oleh John B. Watson
(1878-1958), seorang ahli psikologi Amerika sebagai reaksi psikodinamika.
Prespektif behavioral ini berfokus pada peran dari belajar dalam menjelaskan
tingkah laku manusia. Asumsi dasar mengenai tingkah laku menurut teori ini
adalah bahwa tingkah laku sepenuhnya di tentukan oleh aturan-aturan, bisa
diramalkan, dan bisa dikendalikan.
Behaviouralisme adalah pandangan
yang menyatakan bahwa perilaku harus
dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati, bukan dengan proses mental.
Menurut kaum behaviouris, perilaku adalah segala sesuatu yang kita lakukan dan
bisa dilihat secara langsung :anak membuat poster, guru tersenyum pada anak, murid mengganggu murid
lain, dan sebagainya. Proses mental didefenisikan oleh psikolog sebagaipikiran,
perasaan, dan motif yang kita alami namun tidak bisa dilihat oleh orang lain.
Meskipun kita tidak bisa melihat pikiran, perasaan, dan motif secara langsung,
semua itu adalah sesuatu yang riil. Proses mental antara lain pikiran anak
tentang cara membuat poster, perasaan senang guru terhadap muridnya dan
motivasi anak untuk mengontrol perilakunya (Sumber : http://rahmatsuharjana.blogspot.co.id/2012/09/pengertian-pendekatan-behavioralisme.html).
Menurut teori ini, orang terlibat di
dalam tingkah laku tertentu karena mereka telah mempelajarinya, melalui
pengalaman-pengalaman terdahulu, menghubungkan tingkah laku tersebut dengan
hadiah-hadiah orang menghentikan suatu tingkah laku, mungkin karena tingkah
laku tersebut belum diberi hadiah atau telah mendapat hukuman. Semua tingkah
laku, baik bermanfaat ataupun merusak, merupakan tingkah laku yang dipelajari.
Gagasan utama dalm aliran behavioristik
ini adalah bahwa untuk memahami tingkah laku manusia diperlukan
pendekatan yang objektif, mekanistik, dan materialistic, sehingga perub
nbhhahan tingkah laku pada seseorang dapat dilakukan melalui upaya
pengondisian. Dengan perkataan lain, mempelajari tingkah laku seseorang
seharusnya dilakukan melalui pengujian dan pengamatan atas tingkah laku yang
tampak, bukan dengan mengamati kegiatan bagian dalam tubuh.
Menurut Watson, adalah tidak bertanggung
jawab dan tidak ilmiah mempelajari tingkah laku manusia semata-mata didasarkan
atas kejadin-kejadian subjaktif, yakni kejadian-kejadian yang di perkirakan
terjadi di dalam pikiran, tetapi tidak dapat diamati dan diukur.
a) Edward
Lee Thorndike (1874 – 1949)
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa
terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus
(S) dengan respon (R). l Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan
eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk bereaksi atau
berbuat. l Respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya
perangsang.
Eksperimen kucing lapar yang dimasukkan
dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara
stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat
serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan
kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar
adalah “trial and error learning atau selecting and connecting lerning” dan
berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang
dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar
koneksionisme atau teori asosiasi.
Thorndike mengemukakan bahwa terjadinya
asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum berikut:
1. Hukum
kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh
suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan
menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
2.
Hukum latihan (law of exercise), yaitu
semakin sering suatu tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi
tersebut akan semakin kuat.
3.
Hukum akibat (law of effect), yaitu
hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan
cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
b) Ivan
Petrovich Pavlov (1849 – 1936)
Classic Conditioning (pengkondisian atau
persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya
terhadap anjing, di mana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus
bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
Urutan
kejadian melalui percobaan terhadap anjing:
1. US
(unconditioned stimulus) = stimulus asli atau netral: Stimulus tidak
dikondisikan yaitu stimulus yang langsung menimbulkan respon, misalnya daging
dapat merangsang anjing untuk mengeluarkan air liur.
2.
UR (unconditioned respons): disebut
perilaku responden (respondent behavior) respon tak bersyarat, yaitu respon
yang muncul dengan hadirnya US, yaitu air liur anjing keluar karen anjing
melihat daging.
3.
CS (conditioning stimulus): stimulus
bersyarat, yaitu stimulus yang tidak dapat langsung menimbulkan respon. Agar
dapat menimbulkan respon perlu dipasangkan dengan US secara terus-menerus agar
menimbulkan respon. Misalnya bunyi bel akan menyebabkan anjing mengeluarkan air
liur jika selalu dipasangkan dengan daging.
4.
CR (conditioning respons): respons
bersyarat, yaitu rerspon yang muncul dengan hadirnya CS, Misalnya: air liur
anjing keluar karena anjing mendengar bel.
Dari eksperimen Pavlov setelah
pengkondisian atau pembiasan dapat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus
alami (UCS = Unconditional Stimulus = Stimulus yang tidak dikondisikan) dapat
digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan (CS = Conditional
Stimulus = Stimulus yang dikondisikan). Ketika lonceng dibunyikan ternyata air
liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan. Dengan menerapkan strategi
Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus
alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang
diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh
stimulus yang berasal dari luar dirinya.
c) Burrhus
Frederic Skinner (1904 – 1990)
Manajemen kelas menurut Skinner adalah
berupa usaha untuk memodifikasi perilaku (behavior modification) antara lain
dengan proses penguatan (reinforcement) yaitu memberi penghargaan pada perilaku
yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yang tidak
tepat.
Operant
Conditioning atau pengkondisian operan adalah suatu proses penguatan perilaku
operan (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku
tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Perilaku operan adalah perilaku yang dipancarkan
secara spontan dan bebas Skinner membuat eksperiment sebagai berikut: dalam
laboratorium. Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang
disebut ”Skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan, yaitu
tombol, alat pembeli makanan, penampung makanan, lampu yang dapat diatur
nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri listrik.
Karena dorongan lapar (hunger drive),
tikus berusaha keluar untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak kesana
kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar.
Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku
yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shaping.
Unsur terpenting dalam belanja adalah
penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui
ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi
penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif.
Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya pengulangan
tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku
berkurang atau menghilang.
Beberapa
prinsip belajar Skinner antara lain:
1. Hasil
belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika
benar diberi penguat.
2.
Proses belajar harus mengikuti irama
dari yang belajar.
3.
Materi pelajaran, digunakan sistem
modul.
4.
Dalam proses pembelajaran, lebih
dipentingkan aktivitas sendiri.
5.
Dalam proses pembelajaran, tidak
digunakan hukuman. Untuk ini lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya
hukuman.
6.
Tingkah laku yang diinginkan pendidik,
diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal
variable rasio reinforcer.
7.
Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
Beberapa kekeliruan dalam penerapan teori,
Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendiskripsikan
siswa menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri
konsekuensi dari perbuatannya misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan
dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verba maupun fisik
seperti : kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada
siswa.
Selain itu kesalahan dalam reinforcement
positif juga terjadi di dalam situasi pendidikan seperti penggunaan rangking
juara di kelas yang mengharuskan anak menguasai semua mata pelajaran.
Sebaliknya setiap anak diberi penguatan sesuai dengan kemampun yang
diperlihatkan sehingga dalam satu kelas terdapat banyak penghargaan sesuai
dengan prestasi yang ditunjukkan para siswa; misalnya: penghargaan di bidang
bahasa, matematika, fisika, menyanyi, menari, atau olahraga.
a) Stimulus
dan Respons
Stimulus adalah apa saja yang diberikan
guru kepada siswa misalnya alat peraga, gambar atau charta tertentu dalam
rangka membantu belajarnya. Stimulus ini dapat terintegrasi dengan baik melalui
perencanaan program pembelajaran yang baik lengkap dengan alat-alat yang
membentu siswa mencapai tujuan belajar. Sedangkan respons adalah reaksi siswa terhadap
stimulus yang telah diberikan oleh guru tersebut, reaksi ini haruslah dapat
diamati dan diukur.
b) Reinforcement
(penguatan)
Konsekuensi yang menyenangkan akan
memperkuat perilaku disebut penguatan (reinforcement) sedangkan konsekuensi
yang tidak menyenangkan akan memperlemah perilaku disebut dengan
hukuman(punishment).
1. Penguatan
positif dan negatif
Pemberian stimulus positif yang diikuti
respon disebut penguatan positif, misalnya dengan memuji siswa setelah dapat
merespon pertanyaan guru. Sedangkan mengganti peristiwa yang dinilai negatif
untuk memperkuat perilaku disebut penguatan negatif, misalnya apabila siswa
mampu mengerjakan tugas dengan sempurna maka diperbolehkan tidak mengikuti
ulangan.
2. Penguatan
primer dan sekunder
Penguat primer adalah penguatan yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan fisik seperti air, makanan, udara dll.
Sedangkan penguatan sekunder adalah penguatan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan non fisik seperti pujian, pangkat, uang dll.
c) Kesegeraan
Memberi Penguatan (Immediacy)
Penguatan hendaknya diberikan segera
setelah perilaku muncul karena akan menimbulkan perubahan perilaku yang jauh
lebih baik dari pada pemberian penguatan yang diulur-ulur waktunya.
1. Pembentukan
perilaku (Shapping)
Menurut skinner untuk membentuk perilaku
seseorang diperlukan langkah-langkah berikut : 1. Mengurai perilaku yang akan
dibentuk menjadi tahapan-tahapan yang lebih rinci; 2. menentukan penguatan yang
akan digunakan; 3. Penguatan terus diberikan apabila muncul perilaku yang
semakin dekat dengan perilaku yang akan dibentuk.
2. Kepunahan
(Extinction)
Kepunahan akan terjadi apabila respon
yang telah terbentuk tidak mendapatkan penguatan lagi dalam waktu tertentu.
a)
Pendidikan adalah suatu proses untuk
pembentukan perilaku.
Menurut para behavioris, manusia
diprogram untuk bertindak dalam cara-cara tertentu oleh lingkungannya. Jika
benar akan diberi hadiah oleh alam dan bila salah akan dihukum oleh alam.
Tindakan yang diberi hadiah cenderung diulang sedangkan yang dihukum cenderung
dihilangkan. Oleh sebab itu, perilaku dapat dibentuk dengan memanipulasi proses
penghargaan dan hukuman tersebut. Tugas dari pendidikan adalah untuk
menciptakan lingkungan belajar yang mengarah pada perilaku yang diinginkan.
Sekolah dipandang sebagai cara untuk merancang suatu budaya.
Fungsi dan tujuan pendidikan nasional,
UU No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas Menyatakan bahwa “Pendidikan nasional
berperan mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman bertakwa
kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadfi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Standar Sarana Prasarana, Pasal
45. ayat 1 bahwa “Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan
sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial,
emosional, dan kejiwaan peserta didik”.
b) Proses
belajar Behavioristik mengutamakan tentang bagaimana memberikan stimulus yang
tepat dan pembentukan kebiasaan melalui proses latihan dan pengulangan untuk
menghasilkan respon yang diiharapkan.
Proses pencarian stimulus yang tepat ini
tertuang secara jelas dalam sebuah kebijakan yang dinamakan kurikulum.
Kurikulum di artikan sebagai program pendidikan yang disediakan sekolah atau
lembaga pendidikan bagi siswa. Berdasarkan program tersebut siswa melakukan
berbagai macam kegiatan belajar sehingga mendorong perkembangan dan pertumbuhan
sesuai tujuan pendidikan yang diharapkan. Kurikulum penganut behavioris
mengutamakan proses pembentukan kebiasaan melalui proses latihan dan
pengulangan. Kurikulum ini sangat cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang
masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi, suka meniru dan
senang dengan bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Kurikulum behavioris juga masih diterapkan dalam ilmu-ilmu yang membutuhkan
unsur kecepatan, reflek, daya tahan dsb contohnya seperti menari, mengetik,
menggunakan komputer dsb.
c) Implikasi
Teori Behavoiuristik dalam Pembelajaran Ekonomi
Seiring dengan perkembangan jaman dan
ilmu pengetahuan muncullah ilmu yang disebut ilmu ekonomi. Menurut Paul A.
Samuelson (Sukwiaty, dkk, 2009: 120) mengemukakan bahwa: Ilmu ekonomi sebagai
suatu studi tentang perilaku orang dan masyarakat dalam memilih cara
menggunakan sumber daya yang langka dan memiliki beberapa alternatif
penggunaan, dalam rangka memproduksi berbagai komoditas, untuk kemudian
menyalurkannya, baik saat ini maupun di masa depan kepada berbagai individu dan
kelompok yang ada dalam suatu masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa mata pelajaran ekonomi adalah bagian dari mata pelajaran di
sekolah yang mempelajari perilaku individu dan masyarakat dalam usaha memenuhi kebutuhan
hidupnya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang terbatas
jumlahnya.
Pembelajaran adalah kemampuan
(kompetensi) atau keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa
setelah mereka mempelajari bahasan tertentu dalam setiap kali pembelajaran
berakhir. Karena hanya guru yang mengetahui karakteristik siswa dan
karakteristik materi pelajaran yang diajarkan, maka yang bertugas merumuskan
tujuan pembelajaran adalah guru.
Komponen-komponen yang harus
diperhatikan dalam rumusan indikator tujuan belajar adalah siapa yang diharapkan
mencapai tujuan atau hasil belajar itu, tingkah laku apa yang diharapkan dapat
dicapai, dalam kondisi yang bagaimana kondisi belajar dapat ditampilkan.
Behaviorisme merupakan sebuah aliran
dalam pemahaman tingkah laku manusia , yang dikembangkan oleh John B. Watson
(1878-1958), seorang ahli psikologi Amerika sebagai reaksi psikodinamika.
Prespektif behavioral ini berfokus pada peran dari belajar dalam menjelaskan
tingkah laku manusia. Asumsi dasar mengenai tingkah laku menurut teori ini
adalah bahwa tingkah laku sepenuhnya di tentukan oleh aturan-aturan, bisa
diramalkan, dan bisa dikendalikan.
Penerapan teori behaviorisme dalam
pembelajaran sangat penting khusunya dalam menstimulus siswa untuk memiliki
kecerdasan emosional yang mengantarkan siswa pada kesusksesan dimasa yanga akan
datang. Seperti yang diungkapkan oleh Daniel Goleman, bahwa kecerdasan
emosional 80% mempengaruhi kesuksesan seseorang. Mata pelajaran ekonomi yang
memiliki tujuan-tujuan pembelajaran khususnya dalam menentukan pilihan harus didasarkan
pada sikap yang bijak dan rasional. Keterbatasan alat pemuas kebutuhan atau
sumberdaya yang tersedia di muka bumi ini sangat tidak sebanding dengan
kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Hal inilah yang menjadi salah satu
tujuan dilaksanakannya pembelajaran ekonomi dalam sekolah formal. Dalam
pkegiatan belajar mengajar, khususnya dalam mata pelajaran ekonomi, penerapan
teori behaviourisme sangat penting digunakan. Hal ini bukan hanya menekankan
mengenai tingkah laku siswa dalam selama kegiatan pembelajaran. Akan tetapi
juga realisasinya dalam kehidupan siswa sebagai individu ekonomi. Siswa sebagai
makhluk ekonomi harus memiliki sikap rasional dalam memanfaatkan sumberdaya
ekonomi.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pemaparan diatas mengenai
teori behaviourisme dan implikasinya dalam pendidikan ekonomi dapat disimpulkan
bahwa teori ini berfokus pada peran dari belajar dalam menjelaskan tingkah laku
manusia. Asumsi dasar mengenai tingkah laku menurut teori ini adalah bahwa tingkah
laku sepenuhnya di tentukan oleh aturan-aturan, bisa diramalkan, dan bisa
dikendalikan.
Pembelajaran
Ekonomi memiliki tujuan yaitu menjadikan peserta didik atau manusia ekonomi
sebagai peribadi yang bijak dan benar dalam menentukan sikap atau kebijakan ekonomi.
Setelah mempelajari mata pelajaran ekonomi dengan pendekatan behaviouristik
yaitu penekanan pada sikap peserta didik, mereka diharapkan mampu menjadi
manusia ekonomi yang bijak dalam memanfaatkan sumberdaya, tidak memiliki
perilaku konsumtif yang berlebihan akan tetapi mampu menjadi manusia produktif
dan dapat menciptakan peluang bagi manusia lain.
Menurut tim penyusun, dalam kegiatan
belajar mengajar di lapangan khususnya dalam pembelajaran ekonomi, masih banyak
guru yang hanya berorintasi pada tujuan pembelajarannya saja akan tetapi tidak
mempertimbangkan bagaimana cara mencapai tujuan belajar yang menarik bagi
siswa. Melalaui penerapan teori behaviorisme dalam kegiatan belajar, guru dan
siswa bukan hanya akan mencapai tujuan pembelajarannya saja. Akan tetapi ada
nilai-nilai moral dan pembentukan karakter yang terjadi saat kegiatan
pembelajaran di kelas. Maka dari itu, saran dari kami yaitu guru sebagai
fasilitator belajar siswa harus mampu menerapkan nilai-nilai sikap yang baik
atau behavior kepada siswa agar nantinya siswa tersebut akan menjadi siswa yang
berkarakter dan memiliki empati yang tinggi dalam kehidupan sosialnya.
BAB IV
PENUTUP
Demikianlah makalah mengenai Teori Behaviourisme dalam Belajar serta
Implikasinya dalam Pendidikan Ekonomi. Kami sangat menyadari bahwa makalah
ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun demi perubahan yang lebih baik lagi.
Harapan kami, semoga semakin banyak guru
dan calon guru yang mengerti akan pentingnya penerapan nilai-nilai sikap dan
karakter pada siswa dalam kegiatan pembelajaran demi tercapainya Indonesia emas
2040. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca umumnya, dan penulis khususnya
dalam memahami dan menerapkan teori behaviorisme dalam kegitan pembelajaran
ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
B.
Uno, Hamzah. 2006. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Budiningsih,
C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta
Burhanuddin,
dkk. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta An-Ruzz Media
Goleman, Daniel. 2004. Emitional Intelligence Kecerdasan
Emosional Mengapa EQ Lebih Penting Daripada IQ. Jakata: PT Gramedia Pustaka
Utama.
http://rahmatsuharjana.blogspot.co.id/2012/09/pengertian-pendekatan-behavioralisme.html
(diakses pada 18 februari 2016)
http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2144438-asumsi-dasar-dalam-teori-teori/#ixzz1qNa9RAPr
(diakses pada 18 Februari 2016)
Lampiran :
KETERANGAN
KEAKTIFAN KELOMPOK
NO
|
NAMA
|
NIM
|
KETERANGAN
|
1
|
Melisa Ratnasari
|
7133341121
|
AKTIF
|
2
|
NazlahHanim
|
7133341034
|
AKTIF
|
3
|
NurulHafizha
|
7133341069
|
AKTIF
|
4
|
Poppy Wulandari
|
7133341040
|
AKTIF
|
DOKUMENTASI


Tidak ada komentar:
Posting Komentar